Jurnal Penelitian Hukum De Jure (Feb 2017)

ASPEK HUKUM PEMBERIAN REMISI KEPADA NARAPIDANA KORUPSI (Legal Aspect of Remissions To Corruptors)

  • Mosgan Situmorang

DOI
https://doi.org/10.30641/dejure.2016.V16.375-394
Journal volume & issue
Vol. 16, no. 4
pp. 375 – 394

Abstract

Read online

Remisi adalah salah satu hak narapidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Remisi diberikan setidaknya dua kali dalam setahun yaitu pada peringatan hari kemerdekaan setiap tanggal 17 Agustus dan pada hari besar keagamaan. Pada dasarnya setiap warga binaan pemasyarakatan termasuk anak pidana berhak mendapat remisi asal memenuhi syarat-syarat tertetu yang diatur dalam perturan perundang-undangan. Pada tahun 2012 pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah yang bernuansa pengetatan pemberian remisi terhadap narapidana tertentu, dimana salah satunya adalah terhadap narapidana korupsi. Pengetatan pemberian remisi terhadap narapidana korupsi saat ini menimbulkan pro dan kontra. Hal ini muncul setelah adanya keinginan Menteri Hukum dan Ham untuk merevisi peraturan pemerintah Nomor 99/2012. Hal ini banyak ditentang terutama oleh penegak hukum dan masyarakat penggiat anti korupsi. Akan tetapi sebagian anggota DPR justru mendukung keinginan Menteri Hukum dan Ham tersebut. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pemberian remisi ini maka diadakan penelitian dengan judul seperti di atas. Permasalah yang akan diteliti adalah mengenai pola pemidanaan dan hubungannya dengan pemberian remisi, prosedur pemberian remisi, pengawasan dan aspek positif daan negatif pemberian remisi. Metode yang digunakan adalah normatif empiris. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa terdapat perbedan pola pemidanaan dan pola pembinaan narapidana, pengetatan pemberian remisi dengan mensyaratkan adanya surat keterangan Justice Collaborator berpotensi menghilangkan hak narapidana korupsi, pengawasan belum dilaksanakan sebagaimana mestinya, aspek positif pemberian remisi terhadap narapidana korupsi dapat Abstract Remission is one of convict rights ruled in the Law Number 12 Year 1995 concerning Correctional. It is given, at least twice a year that is in independence day of Indonesia on 17 August and in religious holidays. Basically, all convicts including criminal child have right to remission during meet certain requirements as ruled in legislation. In 2012, government issued regulation that have a tight remission to a certain convict such as corruptor. Obviously, it became pros and cons. It came up from the Minister of Law and Human Rights to revise Government Regulation Number 99/2012. Its policy made arguing from many parties especially law enforcers and anti-corruption activists. But, some legislative members (DPR) precisely, supported the Minister` will. This research is intended to know further information of this remission. The focus of this research is about pattern of criminalization and its correlation with remission, procedure of remission, supervision and positive and negative aspects. It is a empirical normative method. It concludes that there are differences between pattern of criminalization and pattern of convict instilling, a tight remission with a letter from justice collaborator have potential to delete corruptor rights, supervision carried out improperly, positive aspect of remission to corruptor can lessen budget, while negative aspect can be abused. It suggests that Government Regulation Number 99/2012 must be revised.

Keywords