Ranah: Jurnal Kajian Bahasa (Dec 2016)
PEMETAAN VITALITAS BAHASA-BAHASA DAERAH DI BENGKULU: PENTINGNYA TOLOK UKUR DERAJAT KEPUNAHAN BAGI PELINDUNGAN BAHASA DAERAH
Abstract
Studies about protection of local languange so far is sporadic. The earlier studies carried out only based on common sense information or researcher interest, not based on scientific fact of languange exticntion degree. It is happen because there is no benchmark which languange is more urgent to revitalize. This paper describes the result of languanges vitality mapping in Bengkulu and its strategic position on the efforts of local languanges protection. The number of languange based on Peta Bahasa Pusat Bahasa. To determine degree of languange extinction, UNESCO formula which include nine indicators (1) intergenerational language transmission, (2) absolute number of speakers, (3) proportion of speakers within the total population, (4) trends in existing languange domains, (5) response to new domain and media, (6) material for languange education and literacy, (7) govermental and institutional languange attitudes and policies, (8) including official status and use, (9) community member attitudes towards their own languange, 10) amount and quality of documentation. Data was collected which some methods, i.e. library research (for indicator 2, 3, 6 and 9), interview (indicator 7 and 8), observation (indikator 5), and survey (indikator 1, 4, 9). Then, data interpreted based on languange endangerment scale , that is safe, at risk, disappearing, moribund, nearly extinct, dan extinct. The interpretation then converted to languange vitality map with some colour graduation. ABSTRAK Penelitian mengenai pelindungan bahasa daerah yang dilakukan selama ini bersifat sporadis. Penelitian tersebut dilakukan berdasarkan informasi (common sense) atau ketertarikan peneliti saja, bukan didasarkan pada fakta ilmiah tentang derajat kepunahan bahasa. Hal ini tentu saja disebabkan oleh karena belum ada tolok ukur yang dapat dijadikan patokan untuk menentukan bahasa mana yang lebih mendesak untuk direvitalisasi. Penelitian ini akan memaparkan hasil pemetaan vitalitas bahasa di Bengkulu dan posisi strategisnya dalam usaha pelindungan bahasa daerah. Jumlah bahasa didasarkan pada Peta Bahasa keluaran Pusat Bahasa. Untuk menentukan derajat kepunahan bahasa digunakan rumusan UNESCO yang mencakup sembilan indikator, yaitu (1) transmisi bahasa antargenerasi, (2) besarnya jumlah penutur, (3) perbandingan penutur dengan jumlah penduduk, (4) kecenderungan dalam ranah pemakaian bahasa, (5) daya tanggap terhadap ranah baru dan media, (6) materi untuk pendidikan bahasa dan keberaksaraan, (7) kebijakan bahasa oleh pemerintah dan institusi, (8) termasuk status resmi dan pemakaiannya, (9) sikap komunitas penutur terhadap bahasa mereka, serta 10) jumlah dan kualitas dokumentasi bahasa. Data dikumpulkan dengan beberapa metode, yaitu studi pustaka (indikator 2, 3, 6, dan 9), wawancara (indikator 7 dan 8), observasi (indikator 5), dan survey (indikator 1, 4, dan 9). Data kemudian diinterpretasikan berdasarkan derajat kepunahan bahasa yaitu Aman (safe), beresiko (at risk), mulai terancam punah (disappearing), parah (moribund), hampir punah (nearly extinct), dan punah (extinct). Hasil penelitian ini kemudian dituangkan ke dalam peta dengan gradasi warna tertentu.
Keywords