Jurnal Mercatoria (Dec 2010)

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT MODAL KERJA DI BANK MANDIRI (PERSERO) Tbk. CABANG BINJAI DI TINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

  • Rendra Yozar Dharmaputra,
  • Januari Siregar

Journal volume & issue
Vol. 3, no. 2
pp. 71 – 87

Abstract

Read online

Pelaksanaan perjanjian kredit perbankan sebagai kontrak baku di mana ada suatu fenomena ketidakseimbangan kedudukan antara pihak bank dan calon debitur pada saat akan dilakukannya perjanjian kredit tersebut. Hal ini dikarenakan kedudukan bank sebagai surplus spending unit berhadapan dengan calon debitur sebagai defisit spending unit, sehingga dalam pelaksanaan perjanjian kredit sebagai kontrak baku akan meniadakan posisi tawar debitur. Untuk meninjau perlindungan hukum bagi nasabah dalam pelaksanakan perjanjian kredit perbankan sebagai kontrak baku, maka perlu dikaji kekuatan mengikat perjanjian kredit perbankan sebagai kontrak baku tersebut dengan menekankan kepada analisis klausula-klausula yang melemahkan kedudukan debitur untuk menentukan potensi terjadinya kerugian bagi debitur. Kehadiran Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen khususnya ketentuan Pasal 18 mengenai ketentuan pencantuman klausula baku akan berpengaruh terhadap pelaksanakan perjanjian kredit perbankan sebagai kontrak baku, sehingga akan dikaji mengenai pelaksanaan perjanjian kredit modal kerja di Bank Mandiri (Persero) Tbk. Cabang Binjai sebagai salah satu jenis kredit yang dilaksanakan sebagai kontrak baku ditinjau dari ketentuan Pasal 18 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pelaksanakan perjanjian kredit modal kerja di Bank Mandiri (Persero) Tbk. Cabang Binjai sebagai kontrak baku, berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap beberapa klausulanya dapatlah diketahui bahwa tidaklah semua masuk dalam rumusan pembatasan yang ditentukan dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Walaupun terdapat beberapa Pasal yang diindikasikan melanggar ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut, maka tetaplah harus memperhatikan tujuan Pasal 18 tersebut untuk menciptakan asas kebebasan berkontrak yang seimbang, selain itu juga harus memperhatikan keberlakuan perjanjian kredit sebagai kontrak baku dalam ruang lingkup perbankan, khususnya karakteristik perbankan yang mengedepankan asas kehatihatian dalam rangka menjaga tingkat kesehatan yang akan berhubungan dengan manajemen resiko.

Keywords