Jurnal Nasional Teknik Elektro dan Teknologi Informasi (Aug 2023)

Pengembangan Sistem Kelistrikan Tanah Merah Mempertimbangkan Energi Baru Terbarukan dan Emisi CO2

  • Amrisal Kamal Fajri,
  • Sarjiya,
  • Lesnanto Multa Putranto,
  • Adlan Bagus Pradana,
  • Fransisco Danang Wijaya

DOI
https://doi.org/10.22146/jnteti.v12i3.5254
Journal volume & issue
Vol. 12, no. 3
pp. 233 – 239

Abstract

Read online

Sistem kelistrikan di wilayah Papua masih memiliki rasio elektrifikasi sebesar 94% dengan biaya pokok penyediaan (BPP) yang tinggi, yaitu Rp3.041/kWh. Selain itu, sistem kelistrikan yang ada masih terdiri atas banyak sistem kecil yang jumlahnya lebih dari seratus, dengan sebagian besar pembangkit berjenis diesel (pembangkit listrik tenaga diesel, PLTD). Salah satu sistem tersebut adalah wilayah Tanah Merah, yang memiliki populasi 19.136 jiwa dengan kebutuhan energi sebesar 6,89 GWh. Wilayah tersebut diproyeksikan akan mengalami pemekaran dan pertumbuhan populasi. Sebagai konsekuensinya, kebutuhan energi listrik akan meningkat. Oleh karena itu, perencanaan pengembangan sistem pembangkitan perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik yang tumbuh. Perencanaan pada daerah terpencil lazimnya dilakukan untuk durasi jangka pendek, yaitu untuk tahun 2025 hingga 2030, melalui proses optimisasi dari beberapa kandidat pembangkit yang diusulkan. Kandidat pembangkit yang diusulkan mempertimbangkan ketersediaan energi primer setempat, suplai gas dan BBM, dan ketersediaan teknologi. Optimisasi akan meminimalkan jumlah biaya dari pembangkit yang akan dipilih yang memiliki atribut berupa biaya investasi, operasi, pemeliharaan, bahan bakar, dan nilai sisa aset pada durasi perencanaan. Dalam melakukan perencanaan, pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 29% dan proporsi bauran energi sebesar 23% perlu dipertimbangkan, sesuai dengan kebijakan pemerintah. Oleh karena itu, dua skenario yang meliputi aspek keekonomian dan lingkungan dipertimbangkan dalam proses simulasi, yaitu skenario business as usual (BaU) dan skenario nationally determined contributions (NDC) untuk pembatasan emisi. Optimisasi dikembangkan berdasarkan mixed-integer linear programming (MILP) yang dilakukan pada perangkat lunak HOMER. Hasil simulasi yang diperoleh menunjukkan bahwa BPP pembangkitan untuk skenario BaU lebih ekonomis jika dibandingkan dengan skenario NDC, yaitu sebesar Rp2.559,8/kWh berbanding Rp3.104,64/kWh.

Keywords