Padjadjaran: Jurnal Ilmu Hukum (Apr 2015)

Pengakhiran Hukum bagi Pengungsi di Negara Ketiga: Praktik Indonesia

  • Fitria Fitria

DOI
https://doi.org/10.22304/pjih.v2n1.a7
Journal volume & issue
Vol. 2, no. 1
pp. 105 – 125

Abstract

Read online

Setiap orang selalu berupaya memiliki kehidupan yang aman, damai dan sejahtera dimana hak dan kebebasannya dijamin negara. Sayangnya, sampai saat ini masih terjadi konflik atau kegagalan negara dalam mewujudkan hal tersebut bagi warga negaranya. Hal tersebutlah yang menyebabkan orang-orang yang tidak terpenuhi haknya kemudian mencari suaka ke negara-negara yang dapat memberikan apa yang mereka inginkan, yaitu negara maju. Upaya mencari suaka yang dilakukan dengan segala keterbatasan menyebabkan para pencari suaka dalam perjalanannya terhenti dan bahkan menetap selamanya di negara ketiga. Dalam hukum internasional, perlindungan atas pencari suaka dan pengungsi diakomodasi oleh Konvensi Pengungsi 1951. Permasalahannya negara ketiga yang sering menjadi tempat pemberhentian bahkan penampungan pencari suaka dan pengungsi kebanyakan tidak meratifikasi konvensi tersebut, meskipun setiap negara mengakui prinsip non-refoulement bagi pengungsi dan pencari suaka sebagai kebiasaan internasional, termasuk Indonesia. Tulisan ini mengkaji praktik perlindungan dan tindakan lainnya yang dilakukan Indonesia dalam menangani permasalahan pengungsi di wilayah NKRI sebagai negara non-peratifikasi, termasuk keterlibatan dan kerjasama organisasi internasional seperti IOM dan UNHCR. Abstract Every person tends to strive for having a safe, peaceful, and prosperous life in which their rights and freedom are guaranteed by the state. Unfortunately, conflicts or state failures on realizing its citizens’ rights still occur untill now. This is become the sole reason why people seek asylum in countries that may provide their rights, namely the developed countries. Lack of logistic support caused asylum seekers stop and even settled permanently in a third country. In international law, the protection of asylum seekers and refugees are regulated by the 1951 Refugee Convention. The problem comes up as the third countries which often become shelters or even dismissal places of asylum seekers and refugees mostly have not ratified the convention, even though the non-refoulement principle for refugees and asylum seekers recognize as an international customary law (including Indonesia). This article assess the protection and the other acts undertaken by Indonesian government on refugees and asylum seekers issue as a non-state parties to the 1951 Refugee Convention, including the involvement and cooperation of international organizations such as the IOM and UNHCR.

Keywords