Gema Teologika (Oct 2022)
Moderasi Beragama Sebagai Hidup yang Baik
Abstract
Abstract Wary of hate speeches and intolerant acts by leaders of radical groups and repeated terrorist attacks in Indonesia, in the second period of Joko Widodo’s presidency, two of these radical groups (HTI and FPI) are disbanded, their leaders apprehended and sentenced, and the terrorist cells are hunted and destroyed. The government launches a program of de-radicalization, using security and legal approaches. At the same time the Ministry of Religious Affairs realizes that these approaches are not sufficient, and promotes a program which is termed as ‘religious moderation’ in the form of a directive. The program is intended to neutralize religious radicalism through awareness of the religiously plural context of Indonesia, and the fact that all religions of Indonesia have accepted Pancasila as the state ideology. The three responses are on the whole appreciative toward this program, but raise critical remarks on some aspects of this program, which remind them of the totalitarian era of the past. Abstrak Dalam rangka mengatasi wacana kebencian, tindakan intoleran dan aksi-aksi teror dari kelompok-kelompok radikal di Indonesia, maka pada periode kedua dari pemerintahan presiden Joko Widodo (2019-2024), dua dari kelompok kelompok ini yaitu HTI dan FPI dibubarkan, pemimpin-pemimpinnya diadili dan dipenjarakan. Banyak sel-sel teroris diburu dan dihancurkan. Tindakan pemerintah ini dilakukan dalam rangka deradikalisasi. Namun Kementerian Agama RI menyadari bahwa pendekatan keamanan dan legal saja tidak mencukupi, oleh karena itu mereka mempromosikan program yang disebut ‘moderasi beragama’ dalam bentuk buku pedoman. Program ini bertujuan menetralisir radikalisme agama melalui kesadaran akan konteks kemajemukan agama dari Indonesia, dan fakta bahwa semua agama di Indonesia telah menerima Pancasila sebagai ideologi negara. Tiga tanggapan secara umum menyambut program ini, tetapi sekaligus memberi catatan-catatan kritis terhadap beberapa aspek dari program ini, yang dikhawatirkan dapat mengembalikan praktik labelisasi dan indoktrinasi yang bersifat wajib bagi semua dari masa Orde Baru.
Keywords