Dewa Ruci: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni (Jul 2018)
Kesenian senjang antara tradisi dalam arus globalisasi sebagai media propaganda
Abstract
Penelitian ini difokuskan bentuk kesenian Senjang secara tekstual berdasarkan periodisasi zaman, keberadaan dan fungsi kesenian Senjang secara kontekstual dan kesenian Senjang mampu eksis sampai dengan saat ini. Senjang merupakan sastra lisan yang berbentuk pantun bersahut biasanya ditampilkan berpasangan dan disertai instrumen musik. Namun instrumen musik yang dimaksud bukan berfungsi sebagai musik pengiring seperti pada umumnya suatu lagu, tetapi instrumen musik Senjang berfungsi sebagai intro, interlude, atau coda yang dimainkan secara berulang ulang dengan melodi yang sama. Artinya saat syair pantun dilantunkan oleh pe-Senjang, musik instrumen diam, dan saat musik instrumen berbunyi pe-Senjang diam. Inilah bentuk yang khas dari kesenian Senjang. Metode yangdigunakan adalah kualitatif interpretatif dalam menganalisis keberlangsungan Senjang yang mengalami perubahan baik bentuk maupun fungsinya. Senjang yang pada awal keberadaannya tanpa instrumen musik, terus bergerak dan berkembang mengikuti arus zaman sampai pada era saat ini menggunakan keyboard. Fungsi Senjang dimanfaatkan sebagai media propaganda bagi penguasa, terbukti dari bentuk syair pantunnya berisi tentang pujian dan sanjungan dari pesanan pengguna jasa. Senjang masih eksis dan memiliki tempat tersendiri di hati masyarakat Kabupaten Musi Banyuasin. ABSTRACT This study discusses the form of a textual gap based on the periodization of the times, discusses and functions of Senjang with contextual and artistic aspects of Senjang able to exist today. Slang is an oral literature consisting of friendly rhymes, usually free of pairs, and releasing musical instruments. However, the musical instruments that are issued are not as musical accompaniment in general, but Senjang musical instruments are used as intro, interlude, or coda which is played repeatedly with the same melody. Regarding when the poem is sung by the artist, the musical instrument is silent, and the musical instrument when the sound is silent. This is a typical form of Senjang art. The method used is interpretive qualitative in analyzing the continuity of the Senate that corrects changes in both form and function. The slang which initially began without musical instruments, continued to move and develop following the era until the present time using the keyboard. The function of the Senjang is used as a media for propaganda for the authorities, as evidenced by the form of the poetry of the poem which contains praise and flattery from the orders of service users. The gap still exists and has a separate place in the hearts of the people of Musi Banyuasin Regency.
Keywords