Jurnal Madania (Mar 2024)
Paul Fayerabend's "Anything Goes" Epistemology Its Relevance in Knowledge Development
Abstract
This article seeks to demonstrate the applicability of Paul Feyerabend's "anything goes" epistemology to the development of knowledge. This study is a literature review. Data were collected through data inventory, then analyzed and interpreted. The results of the study show that "all methodologies have limitations, and the only 'rule' that can survive is 'anything goes'". The main idea of anything goes is, first, the recommendation proposed by Feyerabend related to the discourse of anything goes, only remains as a negative freeing recommendation because it requires a certain scientific situation that is considered to restrict scientists; and is often understood simply as advocating the absence of laws, methodologies, and rules in science. Second, it actually limits the movement of scientists because it requires participation only in practices that are undefined and cannot be defined. Third, it is only a consequence of the first and second premises. In other words, anything goes, both externally and internally, contains two dimensions of freedom at once. The differences in position must be clarified to avoid confusion about the status of freedom contained in anything goes. Artikel ini ingin menunjukkan anyting goes Paul Fayerabend relevansinya dalam pengembangan pengatahuan. Penelitian ini merupakan studi pustaka. Data dikumpulkan melalui inventarisasi data, kemudian dianalisis dan diinterpretasikan. Hasil penelitian menunjukkan “seluruh metodologi memiliki keterbatasan-keterbatasan dan satu-satunya ‘aturan’ yang dapat bertahan ialah ‘anything goes’. Gagasan utama anything goes Pertama, Rekomendasi yang digagas oleh Fayerabend berkaitan dengan wacana anything goes, hanya tinggal sebagai rekomendasi yang membebaskan secara negatif karena mensyaratkan situasi keilmuan tertentu yang dianggap mengekang ilmuwan; dan seringkali dipahami sekedar mengampanyekan ketiadaan hukum, metodologi maupun aturan dalam ilmu. Kedua, justru membatasi gerak ilmuwan karena mensyaratkan partisipasi hanya dalam praktik yang tak ditentukan dan tidak dapat ditentukan.Ketiga, hanya menjadi konsekuensi dari premis pertama dan kedua, Dengan kata lain anything goes, secara eksternal dan internal, mengandung dua dimensi kebebasan sekaligus. Perbedaan posisi tersebut harus dipertegas agar tidak menimbulkan kerancuan mengenai status kebebasan yang dikandung oleh anything goes.
Keywords