Al-Ahwal: Jurnal Hukum Keluarga Islam (Dec 2021)
KONSTRUKSI AKAD NIKAH (IJAB DAN KABUL) DALAM KITĀB AL-NIKĀH KARYA MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI
Abstract
Ijab and Kabul are the core elements in a marriage contract. Muhammad Arsyad Al-Banjari (17-18 AD), a Malay scholar from Banjar, wrote the ijab and kabul guidelines in the Kita>b al-Nika>h. Unlike many classical fiqh works, this book explains the guidelines for ijab and kabul clearly. This article discusses the construction of marriage contract (ijab kabul) in the book. Using a qualitative content analysis approach, this study found that the construction of ijab and kabul were written under the Banjar language with the Pegon script. The use of the local language aims to draw the broader attention of Banjar people. Description of ijab and kabul is presented with examples of marriage contracts that commonly exist in the community. This means that the construction of ijab and kabul in the book is practical—according to the needs of the Banjar people at that time. In addition to showing the practical character, Al-Banjari's fiqh on marriage contracts tends to reflect the Shafi'i School. Therefore, theoretically, it is safe to say that Al-Banjari is quite strict when it comes to following the Shafi'i school of jurisprudence. Ijab dan kabul merupakan elemen terpenting dalam akad pernikahan agar dapat dianggap sah secara hukum. Muhammad Arsyad Al-Banjari (17-18 M), seorang ulama Melayu asal Banjar, menulis tuntunan ijab dan kabul dalam Kita>b al-Nika>h. Tidak seperti kitab fikih klasik pada umumnya, kitab ini menjelaskan tuntunan ijab dan kabul secara gamblang. Artikel ini membahas kontruksi ijab dan kabul pernikahan dalam kitab tersebut. Dengan pendekatan analisis isi kualitatif, penelitian ini menemukan bahwa uraian-uraian ijab dan kabul ditulis menggunakan bahasa lokal dengan aksara Pegon. Hal ini ditujukan untuk memudahkan masyarakat Banjar memahami isi yang disampaikan. Tuntunan ijab dan kabul pernikahan juga disajikan dengan contoh akad perkawinan yang bi(a)sa terjadi dalam praktek keseharian sehingga mudah dipahami masyarakat Banjar. Artinya konstruksi ijab dan kabul dalam kitab tersebut bersifat praktis—sesuai dengan kebutuhan masyarakat Banjar pada masa itu. Selain menunjukkan karakter praktis, fikih Al-Banjari tentang akad nikah mencerminkan fikih-fikih berorientasi Mazhab Syafi’i. Oleh karena itu secara teoretis dapat dikatakan bahwa Al-Banjari cukup ketat dalam menerapkan fikih bermazhab Syafi’i.
Keywords