Window of Health (Oct 2020)
Dampak Kebijakan Pengadaan Obat Pada Puskesmas di Jakarta Era Jaminan Kesehatan Nasional
Abstract
Obat merupakan input penting dalam pelayanan kesehatan. Bila obat tidak tersedia, dapat berpengaruh negatif terhadap hasil terapi pasien. Tujuan penelitian observasional ini adalah untuk mengetahui proses pengadaan obat puskesmas di Jakarta, yang seluruhnya berstatus Badan Layanan Umum Daerah, guna memetakan permasalahan dan upaya penyelesaiannya. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam dan focus group discussion dengan Apoteker dan Pejabat Pembuat Komitmen dari 20 puskesmas yang mewakili 5 kotamadya, ditambah 1 puskesmas Kepulauan Seribu, menggunakan 20 jenis obat indikator yang 4 di antaranya adalah obat antihipertensi. Hasil penelitian yang dilakukan pada Januari sampai Maret 2019 ini menunjukkan bahwa dari 21 puskesmas yang melakukan pengadaan e-Purchasing, 11 puskesmas berhasil; 3 puskesmas gagal namun menindaklanjuti melalui pengadaan langsung; dan 10 puskesmas lainnya yang gagal tanpa menindaklanjuti, sehingga terjadi kekosongan obat antihipertensi. Puskesmas yang memenuhi kebutuhan obat ditemukan memiliki apoteker penanggung jawab pengadaan obat. Pada puskesmas yang terjadi kekosongan obat, apoteker yang ada tidak diberi peran dalam pengadaan obat, kondisi tersebut berdampak pada rerata proporsi rujukan pasien hipertensi yang mencapai 12%, atau 4 kali lipat dari puskesmas yang memenuhi kebutuhan obat, yaitu 3%. Dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pengadaan obat JKN di puskesmas di Jakarta masih mengalami hambatan, yang memerlukan dukungan peraturan pengadaan BLUD dan peran apoteker dalam pengadaan obat.
Keywords