Jentera: Jurnal Kajian Sastra (Dec 2017)

Simbol Budaya pada Novel Tamu Karya Wisran Hadi

  • Eva Yenita Syam

DOI
https://doi.org/10.26499/jentera.v6i2.438
Journal volume & issue
Vol. 6, no. 2

Abstract

Read online

This paper discusses the meaning of Minangkabau culture in the novel Tamu by Wisran Hadi with semiotic approach proposed by Charles Sanders Peirce about signs and mark. This novel discusses the important elements in the changing of Minangkabau society, such as the changing role of mamak as the leader, the legacy, the brotherhood, the surau function, and rantau (wander). So, this study aims to determine the meaning of Minangkabau culture in the novel Tamu. This research uses descriptive analyse method which expose the data based on the findings content in the novel; 1) the position of mamak no longer respected by the nephew like mamangan adatnya kamanakan barajo ka mamak, mamak barajo ka pangulu, pangulu barajo ka nan bana. 2) the legacy which mortgaged by mamak it is not accordance with the condition of the treasure requirement, 3) the relationship of brotherhood has a tension, 4) the surau is not used according to the function, 5) rantau that is no longer giving a better life. Abstrak Tulisan ini membahas makna budaya Minangkabau dalam novel Tamu karya Wisran Hadi dengan pendekatan semiotik yang dikemukakan oleh Charles Sanders Peirce tentang tanda dan petanda. Novel ini membahas unsur-unsur penting dalam masyarakat Minangkabau yang mengalami perubahan, seperti perubahan peran mamak sebagai pemimpin adat, pewarisan harta pusaka, ikatan persaudaraan, fungsi surau, dan rantau. Maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna budaya Minangkabau dalam novel Tamu. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis yakni data dipaparkan mengacu pada teks yang terdapat dalam novel dengan temuan; 1) kedudukan mamak tidak lagi dihormati oleh kemenakan seperti mamangan adatnya kamanakan barajo ka mamak, mamak barajo ka pangulu, pangulu barajo ka nan bana. 2) harta pusaka yang digadaikan oleh mamak tidak sesuai dengan syarat yang boleh digadaikan, 3) hubungan persaudaraan yang mengalami ketegangan, 4) surau yang tidak digunakan sesuai fungsinya, 5) rantau yang tidak lagi memberi kehidupan lebih baik.

Keywords