Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani (Mar 2023)

Afirmasi Agama dan Negasi atas Ateisme dalam Pemikiran Kant tentang Moralitas

  • Iventus Ivos Kocu,
  • R.F. Bhanu Viktorahadi

DOI
https://doi.org/10.30648/dun.v7i2.695
Journal volume & issue
Vol. 7, no. 2
pp. 695 – 713

Abstract

Read online

Abstract. Believing in God and not is a human attitude in facing the ontological big reality, including his existence. Various arguments have proven the existence of God whether through ontological, cosmological, or teleological evidence in the context of philosophy and theology. This paper presents Kant's thinking which rejected all these arguments. Using Wittgenstein's method of philosophical investigation, this paper showed that for Kant, such evidence was a futile effort because human reason is limited. Kant argued that through morality, humans can find God and religion. Through morality too, Kant rejected atheism. This study can contribute to the deepening of the discussion on the existence of religion, which has always been the subject of awareness of human existence; as well as being material that can be presented in public discussions to maintain social harmonization. Abstrak. Mempercayai Tuhan dan tidak adalah sikap manusia dalam menghadapi realitas besar ontologis, termasuk keberadaan dirinya. Berbagai argumen telah berupaya untuk membuktikan keberadaan Tuhan melalui bukti ontologis, kosmologis, dan teleologis dalam konteks filsafat dan teologi. Tulisan ini menghadirkan pemikiran Kant yang menolak semua argumentasi itu. Dengan metode investigasi filosofis ala Wittgenstein, tulisan ini menunjukkan bahwa bagi Kant, pembuktian-pembuktian adanya Tuhan tersebut merupakan upaya kesia-siaan lantaran akal budi manusia itu terbatas. Kant mengetengahkan bahwa melalui moralitas, manusia bisa menemukan Tuhan dan agama. Melalui moralitas pula, Kant menolak ateisme. Kajian ini dapat memberikan kontribusi pada pendalaman diskusi tentang eksistensi agama, yang selalu menjadi bahan kesadaran eksistensi manusia; sekaligus menjadi bahan yang dapat dihadirkan pada diskusi-diskusi publik untuk menjaga harmonisasi sosial.

Keywords