Jurnal Litigasi (Jan 2016)

MINIMALISASI SENGKETA MEDIK PASIEN DAN TENAGA KESEHATAN DIHUBUNG KAN DENGAN UNDANG - UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

  • Toto Tohir Suriaatmadja

DOI
https://doi.org/10.23969/litigasi.v16i2.45
Journal volume & issue
Vol. 16, no. 2

Abstract

Read online

A person can be called or categorized as patient based on the definition of Medical Practice Act if meeting the elements: undergoing the health consultation; with the purpose to get medical service; consultation and medical service to doctors or dentists. Clearly that individual taken the consultation and or treatment from the paramedics is not categorized as patient; in other word, only doctors or dentists deal with the patient; or only doctors and dentists who have patients. Other than that, they cannot be called patients. For this, the writer is interested in analyzing the what to call those who meet the first and second elements but not to the doctor, for example, to midwife or nurse. It needs clear answer to protect the patient under a clear legal basis. The importance of the answers is to assure that individuals can be called patient based on the existing definition, consequently, it makes individuals, consulting or asking for medical service from paramedics other than doctors and dentists, are not patients. This statement is supported with the provision under Health Act that does not at all define the term patient. In fact, hierarchically the Health Act is the umbrella law regarding health issues in Indonesia. Keyword: Medical dispute; patient; paramedics ABSTRAK Seseorang dapat disebut atau dikatagorikan sebagai pasien berdasarkan Rumusan Undang-Undang Praktik Kedokteran, apabila memenuhi unsur-unsur : melakukan konsultasi kesehatan; dengan maksud memperoleh pelayanan kesehatan; konsultasi dan layanan kesehatan tersebut kepada dokter atau dokter gigi. Jelaslah bahwa seseorang yang melakukan konsultasi dan atau pengobatan kepada tenaga kesehatan yang bukan dokter atau dokter gigi tidak termasuk katagori pasien; dengan perkataan lain yang berhadapan dengan pasien hanya dokter atau dokter gigi atau hanya dokter dan dokter gigi yang mempunyai pasien. Di luar dari itu, tidak dapat disebut pasien. Terhadap hal ini penulis tertarik untuk menganalisa, apa sebutan bagi mereka yang memenuhi unsur ke satu dan kedua tetapi bukan kepada dokter, misalnya kepada bidan atau perawat. Hal ini perlu mendapat jawaban yang jelas agar perlindungan terhadap pasien mempunyai landasan hukum yang jelas. Kepentingan jawaban atas pertanyaan tersebut untuk memastikan bahwa seseorang dapat disebut pasien karena dari definisi yang ada menyebabkan seseorang yang berkonsultasi atau meminta layanan kesehatan kepada tenga kesehatan di luar dokter dan dokter gigi bukan pasien. Hal ini diperkuat dengan isi Undang-Undang Kesehatan yang sama sekali tidak memberikan pengertian tentang pasien. Padahal secara hirarki Undang-Undang Kesehatan merupakan payung bagi undang-undang lainnya yang berhubungan dengan urusan kesehatan di Indonesia. Kata Kunci: Sengketa Medik; Pasien; Tenaga Kesehatan