Kodifikasia (Jun 2020)

STATUS HAKAM DALAM SISTEM PERADILAN AGAMA DI INDONESIA

  • M ilham Tanzilulloh

DOI
https://doi.org/10.21154/kodifikasia.v14i1.2022
Journal volume & issue
Vol. 14, no. 1
pp. 109 – 122

Abstract

Read online

Dalam sebuah tatanan kehidupan dinamika tentang perselisihan selalu ada dan tidak akan pernah padam. Dimana perselisihan itu terkadang membuat sebagian orang terjerumus dalam hal-hal yang negatif misalnya pembunuhan dan lain sebagainya. Manfaat al-Qur’an diturunkan adalah untuk memperbaiki kualitas hidup umat muslim termasuk juga mendamaikan bagi orang yang berselisih. Salah satu ayat menjelaskan bahwa jika ada pasangan suami dan istri yang bertengkar secara terus menerus (shiqa<q) maka harus diangkat juru damai (hakam). Begitu pula dijelaskan dalam Undang – undang bahwa hakim dapat mengangkat hakam dalam perkara perceraian. Namun kenyataannya dalam lingkup Pengadilan Agama seringkali tidak memakai hakam dikarenakan sudah ada mediator. Dengan menggunakan analisis descriptive comparative, penelitian ini membahas tentang keberadaan hakam dalam Pengadilan Agama di Indonesia. Hasilnya adalah hakam masih tetap dipakai dengan catatan sepanjang ijtihad hakim menyatakan bahwa perkara perceraian termasuk dalam kategori shiqa<q. Begitu pula sebaliknya, jika dinyatakan belum masuk maka pengangkatan hakam tidak diperlukan. [In the dynamic of life the conflict and tension will always exist and it likelihood will never disappear. Whereas the conflict sometimes make some people fall into the negative things such as murder and so forth. The benefits of al-Qur'an revealed is to improve the quality of Muslim’s life, including reconciling those who are in conflict. One of the verses explains that if there are husband and wife who quarrel continuously (shiqa<q) then a peacemaker (hakam) should be appointed. It is also explained in the law that judges can appoint hakam in the divorce cases. But in reality within the scope of the Religious Courts often do not use hakam because there are already judge mediators. By using a descriptive comparative analysis, this study discusses the existence of hakam in the Religious Courts in Indonesia. The result is that hakam is still used as long as the judge's ijtihad states that the divorce case is included in the category of shiqa<q. And vice versa, if it is not the category of shiqa<q, then the appointment of hakam is not needed.]

Keywords