Ranah: Jurnal Kajian Bahasa (Jun 2022)

Mengungkap Makna Simbolik dalam Khazanah Leksikon Etnoarsitektur Hijau Keraton (Kajian Etnolinguistik di Keraton Kasepuhan Cirebon)

  • Epi Yuningsih

DOI
https://doi.org/10.26499/rnh.v11i1.4495
Journal volume & issue
Vol. 11, no. 1

Abstract

Read online

The palace is an important part of the social and cultural center of a society, the local wisdom embedded in the Keraton Kasepuhan Cirebon building reflects the concept of sustainable development. This is an inseparable part of the language and cultural facts about the palace. Local knowledge that becomes the local wisdom of a community in the palace building has the potential to contribute to the state to exercise sustainable development authority, so that current and future developments still pay attention to the harmony of nature. This study aims to reveal the symbolic meaning of green ethnoarchitecture as a disaster mitigation effort to address the issue of Sustainable Development Goals (SDGs) or sustainable development recorded in the ethnoarchitecture lexicon of the Keraton Kasepuhan Cirebon. The approach used to study this phenomenon is relevant to be studied using an ethnolinguistic approach. Language data in the form of an ethnoarchitecture lexicon was analyzed using a qualitative descriptive method. Data collection techniques in the form of observation, interviews, and documentation. The results show that based on the description of the palace building, the architectural lexicon can be classified based on the type, section, and building material. The lexicon in addition to having a lingual function also has a symbolic meaning. The concept of green architecture is the use of sustainable building materials. The materials used meet the principles of green architecture as a reference for community disaster mitigation from potential disasters to support the creation of sustainable development goals by the goals of the SDGs. Abstrak Keraton merupakan bagian penting dari pusat sosial dan budaya suatu masyarakat, kearifan lokal yang tertanam dalam bangunan Keraton Kasepuhan Cirebon mencerminkan konsep pembangunan berkelanjutan. Hal ini menjadi bagian yang tidak dapat dilepaskan dari fakta bahasa dan budaya mengenai keraton tersebut. Pengetahuan lokal yang menjadi kearifan lokal suatu masyarakat dalam bangunan keraton berpotensi memberikan sumbangsih bagi negara untuk menjalankan otoritas pembangunan yang bersifat berkelanjutan, sehingga pembangunan yang dijalankan saat ini dan nanti masih memerhatikan keselarasan alam. Kajian ini bertujuan untuk mengungkap makna simbolik etnoarsitektur hijau sebagai upaya mitigasi bencana menyikapi isu Sustainable Development Goals (SDGs) atau pembangunan berkelanjutan yang terekam dalam leksikon etnoarsitektur Keraton Kasepuhan Cirebon. Pendekatan yang digunakan untuk mengkaji fenomena ini relevan dikaji menggunakan pendekatan etnolinguistik. Data bahasa berupa leksikon etnoarsitektur yang dianalisis menggunakan metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan deskripsi bangunan keraton, leksikon arsitektur dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis, bagian, dan bahan bangunan. Leksikon tersebut selain mempunyai fungsi lingual, juga memiliki makna simbolik. Adapun konsep arsitektur hijau berupa penggunaan material bangunan yang berkelanjutan. Bahan yang digunakan memenuhi prinsip green architecture sebagai acuan mitigasi bencana masyarakat dari potensi bencana sehingga menopang terciptanya tujuan pembangunan yang berkelanjutan sesuai dengan tujuan SDGs.

Keywords