Jurnal Hubungan Internasional (Mar 2018)

Colorism, Mimicry, and Beauty Construction in Modern India

  • Baiq Wardhani,
  • Era Largis,
  • Vinsensio Dugis

DOI
https://doi.org/10.18196/hi.62118
Journal volume & issue
Vol. 6, no. 2
pp. 188 – 198

Abstract

Read online

Colorism adalah bentuk politik warna kulit. Mempertahankan warna berarti melestarikan politik diskriminasi. Di negara pasca-kolonial India, warna kulit menjadi simbol kekayaan dan kelas sosial. Praktik ini terkait dengan globalisasi dan kapitalisme, dan dilestarikan di dalam struktur sosial. Tulisan ini menjelaskan praktik diskriminasi dan penindasan pada wanita poskolonial India yang berdampak pada perubahan cara berpikir dan identifikasi diri terkait dengan warna kulit. Penulis berpendapat bahwa banyak wanita di negara poskolonial berasumsi bahwa warna kulit menentukan status sosial dengan menginternalisasi keyakinan bahwa orang kulit putih lebih disukai secara sosial. Sejalan dengan asumsi dalam studi poskolonial yang menempatkan masyarakat adat sebagai subyek perifer. Persoalan kompleks yang diciptakan selama era kolonial pada dasarnya tidak lenyap di era poskolonial. Salah satu konsekuensi dari mengubah identifikasi diri adalah munculnya pewarnaan kulit dalam bentuk pemutihan kulit, yang kemudian menjadi fenomena umum yang berkembang di negara-negara berpenduduk kulit berwarna yang memiliki sejarah kolonialisme Barat. Penggunaan pemutih kulit yang meluas oleh perempuan dan laki-laki di negara-negara berkulit berwarna adalah keberhasilan kapitalisme dalam mengeksploitasi kepercayaan diri yang rendah di antara orang-orang dari negara-negara kulit berwarna. Standar kecantikan Barat adalah bentuk kekerasan struktural dengan cara menghilangkan karakteristik budaya unik dengan mengubah gagasan bahwa putih adalah warna yang ideal. Colorism is a politics of skin color. Maintaining color is preserving the politics of discrimination. However, in the post-colonial country of India, skin color is a symbol of wealth and social class. This practice is related to globalization and capitalism, and is preserved in social structures. This paper explains the practices of discrimination and oppression in Indian postcolonial women that have an impact on changing ways of thinking and self-identification related to skin color. We argue that many women in the postcolonial state adopt the assumption that skin color determines social status by internalizing the belief that whites are socially preferred that justifies a key element in the post-colonial study on the observation of the process by which indigenous peoples are placed as peripheral subjects. The complex inferiority created during the colonial era basically does not disappear in the postcolonial era. One consequence of changing self-identification is the emergence of colorism in the form of skin bleaching, which then becomes a common phenomenon that develops in colored populated countries that have Western history. The widespread use of whitening skins by female and male in non-white skinned countries is the success of capitalism in exploiting poor self-confidence among the people of the colored nations. Western beauty standards are a form of structural violence since they have removed the unique cultural characteristics by changing the idea that white is the ideal color.

Keywords