Al-Ahwal: Jurnal Hukum Keluarga Islam (Jun 2015)

PANDANGAN MAHASISWA JURUSAN AL -AHWAL ASY -SYAKHSIYYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA TERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

  • Siti Khoridah

DOI
https://doi.org/10.14421/ahwal.2015.08108
Journal volume & issue
Vol. 8, no. 1
pp. 97 – 109

Abstract

Read online

Marriage is a sacred thing that its legality is determined by religion. Related with the legality of the marriage, especially marriage of different religions, may arise and continue to occur as a result of social interaction between all Indonesian citizens who have a variety of religions. Nowadays many contemporary problem in islamic family law which need response fast. Scholarly argues that interfaith marriage is legitimate if it is done by a Muslim man with a non-Muslimah, so, in KHI and the Act No. 1 of 1974, the interfaith marriage is disagreed, althought there give the permissibility of interfaith marriage with the release of the jurisprudence of the Supreme Court No. 1400/K/Pdt/1986 dated January 20, 1989. The legal dualism still requires a definitive answer which then becomes the responsibility of the scholars of Islamic family law. [Perkawinan merupakan hal sakral yang keabsahannya ditentukan oleh agama. Terkait dengan keabsahan perkawinan, khususnya kawin beda agama, mungkin akan timbul dan terus terjadi sebagai akibat dari interaksi sosial di antara seluruh warga Indonesia yang memiliki beragam agama. Dewasa ini banyak masalah-masalah kontemporer dalam hukum keluarga yang membutuhkan jawaban segera. Jumhur ulama berpendapat bahwa perkawinan beda agama sah jika dilakukan oleh laki-laki muslim dengan wanita Ahli Kitab, selain itu tidak boleh (haram), demikian dalam KHI dan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tidak disetujui, meskipun ada celah untuk diperbolehkannya perkawinan beda agama dengan dikeluarkannya yurisprudensi Mahkamah Agung No. 1400/K/Pdt/1986 tanggal 20 Januari 1989. Dualisme hukum tersebut membutuhkan jawaban pasti yang selanjutnya menjadi tanggung jawab para sarjana hukum keluarga Islam.]

Keywords