Yurispruden (Jun 2020)

OMNIBUS LAW SEBAGAI SARANA UTAMA PENATAAN REGULASI

  • Gilang Ramadhan

DOI
https://doi.org/10.33474/yur.v3i2.6684
Journal volume & issue
Vol. 3, no. 2

Abstract

Read online

Article 1 paragraph 3 Indonesian Constitution 1945 said, “Indonesia is a state of law”, but current regulatory conditions often occur disharmony and overlap between regulations. The concept of “omnibus law” becomes one of the breakthroughs to reorganize regulations which currently reaches 43.233 regulations from central to regional level. This article is a normative legal research and doctrinal reseacrh based on primary legal material (positive legal legislation and judge’s decision) and secondary (doctrines from books, research results). Based on research, the authors concluded that the concept of “omnibus law” is an excellent plan as “Main Facility of Regulatory Arrangement”, in order to minimize disharmony and overlapping regulations based on the UU No. 12/2011. Therefore, the drafting of the omnibus law concept of shall not be done in a hurry, so that later it won’t be overlapped and disharmony. Also, society participation is needed so it won’t cause contradiction in the future. Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 berbunyi, “Negara Indonesia adalah negara hukum”, namun saat ini kondisi regulasi peraturan yang banyak terjadi disharmoni dan tumpang tindih antar peraturan. Konsep “omnibus law” menjadi salah satu terobosan untuk menata kembali regulasi yang saat ini mencapai 43.233 peraturan perundang-undangan dari tingkat pusat hingga daerah. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yaitu penelitian doktrinal berdasarkan bahan hukum primer (hukum positif dan putusan hakim) dan sekunder (doktrin dalam buku-buku, hasil penelitian). Berdasarkan hasil penelitian, peneliti berkesimpulan bahwa konsep “omnibus law“ merupakan rencana yang baik sebagai “Sarana Utama Penataan Regulasi”, agar meminimalisir terjadinya disharmoni dan tumpang tindih peraturan perundang-undangan sesuai UU No. 12 Tahun 2011. Kemudian, penyusunan konsep “omnibus law” sebaiknya tidak dilakukan secara terburu-buru agar nantinya kekuatan undang-undang yang dibuat tidak kembali tumpang tindih dan disharmoni, serta tetap melibatkan partisipasi masyarakat sehingga tidak menimbulkan pertentangan di masa mendatang.