Aksara (Nov 2017)

LEGENDA MALIN KUNDANG DALAM PERSPEKTIF FEMINISME

  • Eva Krisna

Journal volume & issue
Vol. 28, no. 2
pp. 171 – 180

Abstract

Read online

Penelitian ini membahas tradisi merantau dan falosentrisme dalam legenda Minangkabau berjudul Malin Kundang dengan pendekatan feminisme. Legenda tersebut mengisahkan anak durhaka yang dikutuk oleh ibunya menjadi batu. Pengutukan itu seakan-akan mencerminkan kekuasaan seorang ibu atas anak laki-lakinya sebagai bentuk reperesentasi sistem matrilineal masyarakat Minangkabau. Namun, kebenaran matriarkat dalam karya sastra rakyat pada masyarakat matrilineal itu terbantahkan setelah mengkritisi legenda Malin Kundang. Pengumpulan data menggunakan metode observasi dengan teknik rekam dan catat. Analisis data menggunakan metode deskriptif analitik dengan teknik analisis kontens. Penelitian ini memanfaatkan kritik sastra feminis yang pada dasarnya merupakan kritik ideologis atas cara pandang yang mengabaikan permasalahan ketimpangan dan ketidakadilan dalam pemberian peran dan identitas sosial berdasarkan perbedaan jenis kelamin. Hasil pembahasan menguatkan hipotesis bahwa tidak satu pun wacana di dunia ini yang terbebas dari falogosentrisme, meskipun ideologi tersebut disamarkan melalui slogan-slogan kematrilinealan. Kritik feminisme dapat dilakukan dengan menggunakan analisis wacana Foucault, teori dekonstruksi Derrida, dan teori poskolonial Edward Said. Kritik feminisme membahas masalah gender, esensialisme dan konstruksi sosial, patriarkat dan falogosentrisme, serta wacana representasi dan resistensi.

Keywords