Unes Journal of Swara Justisia (Oct 2024)
Akibat Hukum Perceraian terhadap Harta Bersama yang Menjadi Agunan Pada Bank Nagari Cabang Pembantu Bawan
Abstract
Pasal 35 ayat (1) UU Perkawinan menyatakan harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing (Pasal 37 UU Perkawinan). Dalam penjelasan Pasal 37 UU Perkawinan disebutkan yang dimaksud dengan hukumnya masing-masing ialah hukum agama, hukum adat, dan hukum-hukum yang lainnya. Pasal 97 KHI menjelaskan bahwa janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian kawin. Untuk mengembangkan sebuah usaha, harta yang didapatkan selama masa perkawinan biasanya dapat digunakan sebagai modal usaha dengan cara mengajukan pinjaman atau kredit kepada lembaga keuangan, baik itu lembaga perbankan maupun non perbankan. Adapun masalah yang dikaji dalam penelitian ini yaitu: 1) bagaimana akibat hukum terhadap harta bersama apabila terjadi perceraian dan akibat hukum terhadap harta bersama yang menjadi agunan di lembaga perbankan apabila terjadi perceraian? dan 2) bagaimana pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Agama Lubuk Basung Nomor: 80/Pdt.G/2020/PA.LB? Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan pendekatan kasus. Hasil penelitian menunjukan bahwa harta bersama dalam perkawinan terbagi atas aktiva dan pasiva. Hutang yang terjadi selama perkawinan merupakan beban perkawinan. Dimiliki dan ditanggung bersama-sama oleh suami dan isteri selayaknya harta bersama. Apabila terjadi perceraian maka terhadap harta bersama yang menjadi objek jaminan tidak dapat dibagi-bagi. Adapun pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Agama Lubuk Basung Nomor: 80/Pdt.G/2020/PA.LB menyatakan bahwa harta yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama suami isteri. Hal ini diatur dalam Pasal 35 ayat (1) UU Perkawinan juncto Pasal 1 huruf f KHI. Pasal 97 KHI dinyatakan apabila terjadi perceraian, maka bekas suami atau isteri masing-masing berhak memperoleh seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan, apabila tidak bisa dibagi secara natura, maka dibagi secara lelang. Pembagian harta bersama tersebut dibagi seperdua karena para pihak tidak mempermasalahkan kewajiban dan kontribusi masing-masing pihak terhadap adanya harta bersama tersebut, sehingga tidak ada alasan bagi Majelis Hakim untuk menggunakan asas ius contra legem, yakni dengan mengesampingkan Pasal 97 KHI. Sehingga Pasal Pasal 35 ayat (1) UU Perkawinan juncto Pasal 1 huruf f KHI. Pasal 97 KHI dapat dikesampingkan oleh Majelis Hakim jika para pihak mempermasalahkan kewajiban dan kontribusi masing-masing pihak. Selain itu, harta bersama yang diperoleh selama masa perkawinan yang sekarang menjadi objek jaminan tidak dapat dibagi. Seharusnya Majelis Hakim dapat memberikan pertimbangan lain bahwa harta bersama yang menjadi objek jaminan dapat dibagi jika mendapatkan persetujuan oleh pemegang jaminan.
Keywords