Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (Dec 2020)

Karakteristik Biopelumas Berbasis Minyak Patin Siam (Pangasius hypophthalmus)

  • Rodiah Nurbaya Sari,
  • Ema Hastarini,
  • Athanatius Henang Wicaksono Widyajatmiko,
  • Armansyah Halomoan Tambunan

DOI
https://doi.org/10.15578/jpbkp.v15i2.675
Journal volume & issue
Vol. 15, no. 2
pp. 159 – 167

Abstract

Read online

Proses pengolahan ikan patin di Indonesia memiliki hasil samping hingga 67% dari total bobotnya dan berpotensi menimbulkan polusi. Pemanfaatan hasil samping sebagai biopelumas yang ramah lingkungan merupakan salah satu solusi dalam penanggulangan hasil samping menjadi produk yang bernilai ekonomis. Namun, pelumas yang dihasilkan harus dapat memenuhi standar nasional Indonesia (SNI). Riset ini bertujuan untuk melakukan karakterisasi biopelumas yang dibuat dari hasil samping produksi ikan patin Siam (Pangasius hypophthalmus), berupa bagian jeroan atau isi perut, dan membandingkannya dengan SNI 7069.9:2016. Isi perut patin diekstrak menjadi minyak kasar dengan metode wet rendering. Selanjutnya, minyak kasar diubah menjadi biopelumas melalui tahapan hidrolisis, polimerisasi, dan poliesterifikasi. Bahan baku minyak kasar diuji komposisi asam lemak, bilangan asam lemak bebas, dan bilangan penyabunan. Sementara itu, karakterisasi biopelumas dilakukan dengan variabel densitas, viskositas kinematik pada suhu 40 dan 100°C, warna, indeks viskositas, flashpoint, pour point, dan uji korosi. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa suhu poliesterifikasi 135°C akan menghasilkan biopelumas terbaik. Biopelumas ini memiliki densitas 0,903 g/cm3; viskositas 40°C sebesar 39,76 cSt; viskositas 100°C sebesar 7,94 cSt; indeks viskositas 176; dan sifat korosi yang rendah (1A). Indeks viskositas dan korosi bilah tembaga menunjukkan bahwa minyak patin adalah bahan baku biopelumas yang potensial. Namun, titik nyala dari biopelumas masih rendah (127°C) dan titik tuangnya juga tinggi (27°C). Modifikasi proses lebih lanjut dapat dilakukan untuk menaikkan titik nyala serta menurunkan titik tuang, sehingga produk ini dapat memenuhi persyaratan sebagai biopelumas. ABSTRACT The pangasius processing in Indonesia has a by-products waste, that can reach up to 67% of its total weight, and may cause pollution. An environmentally friendly lubricant (biolubricant) is a potential solution that transforms the by-products waste into an economically value product. However, the proceed biolubricant has to meet the Indonesian National Standard (abbreviated SNI). The purpose of this study were to characterize the biolubricant from pangasius (Pangasius hypophthalmus) by-products, which is the viscera part, and to compare the product with the Indonesian lubricant standard SNI 7069.9: 2016 reference. The crude fish oil was extracted from the viscera using the wet rendering method. Furthermore, the crude fish oil was converted into biolubricant through the stages of hydrolysis, polymerization, and polyesterification. The raw material of pangasius by-products was characterized by fatty acid profiles, free fatty acid numbers, and saponification numbers. Meanwhile, the biolubricant product was characterized by density, kinematic viscosity at temperatures of 40 and 100°C, color, viscosity index, flashpoint, pour point, and hazardous corrosion test. The results showed that the best biolubricants were those through the polyesterification temperature process of 135°C. This biolubricant has a density of 0.903 g/cm3; a viscosity at 40°C of 39.76 cSt; a viscosity at 100°C of 7.94 cSt; a viscosity index of 176; and low corrosion level (1A). The viscosity index and corrosion of copper blades were adequate for biolubricant standards. However, the biolubricant flashpoint was relatively low (127°C) and the pour point was relatively high (27°C). A further modification is needed to adjust the flash and pour points so that the biolubricant able to fullfil the national lubricant standard.

Keywords