Fon (Oct 2022)

UPAYA PELESTARIAN PALEMBANG (ALUS) BEBASO

  • Indah Windra Dwie Agustiani,
  • Siti Gomo Attas,
  • Novi Anoegrajekti

DOI
https://doi.org/10.25134/fon.v18i2.5177
Journal volume & issue
Vol. 18, no. 2
pp. 177 – 189

Abstract

Read online

ABSTRAK: Bahasa tidak terpisahkan sebagai bagian dari suatu budaya. Palembang memiliki 2 macam bahasa bahasa sari-sari atau bahasa Pasaran dan bahasa alus bebaso. Saat ini masyarakat Palembang cenderung menggunakan bahasa sehari sehari dengan dialek penggunaan ‘O’ seperti apa menjadi apo dan kenapa menjadi ngapo. Tujuan artikel ini untuk membuat pemahaman kepada masyarakat tentang asal usul Bahasa Palembang Bebaso dan menelusuri upaya-upaya yang pernah ada dalam melestarikan Bebaso sampai saat ini. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Wawancara dan studi Pustaka digunakan sebagai teknik pengumpulan data. Data dianalisis dengan cara di deskripsikan untuk dapat ditarik kesimpulan. Hasil penelitian ini adalah (1) Palembang Alus bebaso memang tidak dapat terlepas dengan pengaruh pulau Jawa, karena setelah runtuhya kerajaan Demak, bangsawan Demak kembali ke Palembang meneruskan Kesultanan Aria Damar atau Aria Dilla. Kesultanan Palembang terbentuk sehingga penggunaan bahasa jawa dijadikan bahasa resmi kesultanan sehingga terjadilah akulturasi budaya bahasa jawa dan melayu yang membentuk bahasa baru yaitu bahasa alus Palembang atau bebaso (2) Bebaso masih sering dipakai pada tahun 1970-1980 dan menginjak tahun 2000 masyarakat Palembang sangat jarang menggunakannya. (3) Upaya yang pernah ada untuk melestarikan bebaso adalah adanya pertunjukan wayang Palembang, dibuatnya Syair penggiring tari sondok Piyogo dari pihak Kesultanan Palembang Darussalam, adanya lagu lagu daerah seperti Cek Ayu dan Bandel Hakiki, adanya penelitian yang mengusulkan penggunaan Bebaso sebagai muatan lokal, pembuatan kamus Bebaso dan pembuatan buku ilustrasi interaktif tentang Bebaso: Bahasa Palembang Alus untuk anak-anak dan adanya komunitas bahasa daerah di Palembang yang mempelajari Bebaso. KATA KUNCI: Palembang Alus; Bebaso; Pelestarian; Upaya THE MAINTAINING EFFORTS OF PALEMBANG ALUS LANGUAGE; BEBASO ABSTRACT: Language is an integral part of a culture. Palembang has two kinds of language sari-sari or Pasaran language and language alus: Bebaso. Currently, the people of Palembang tend to use everyday language with the dialect of using 'O' like what to be apo and why to be ngapo. The purpose of this article is to create an understanding to the public about the origin of the Palembang language Bebaso. This research is a qualitative descriptive study. Interviews and library studies were used as data collection techniques. The data is described in a way that conclusions can be drawn. The results of this study are (1) Palembang Alus Language: Bebaso cannot be separated from the influence of the island of Java, because after the collapse of the Demak kingdom, the Demak nobility returned to Palembang following the Aria Damar or Aria Dilla Sultanates. The Palembang Sultanate was formed so that the use of the Javanese language became the official language of the sultanate so that there was a culture of Javanese and Malay languages that formed a new language, namely the Palembang alus language or Bebaso (2) Bebaso was still often used in 1970-1980 and the people of Palembang rarely used it in 2000 (3) There have been attempts to maintance Palembang Alus Bebaso such as the existence of puppet show, the creation of accompaniment to the Sondok Piyogo dance from the Sultanate of Palembang Darussalam, the existence of folk songs such as Cek Ayu and Bendel Hakiki, the existence of research proposed the use of Bebaso as local content, the creation of a Bebaso dictionary and the creation of interactive illustrated books about Bebaso: Palembang Alus Language for children and the Bebaso as local language community in Palembang. KEYWORDS: Effort; Maintaining; Palembang Alus Bebaso.