Sport and Fitness Journal (Jan 2020)
HUBUNGAN PELVIC CROSS SYNDROME DENGAN KELUHAN LOW BACK PAIN PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI FISIOTERAPI DAN PROFESI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
Abstract
Pendahuluan: Pelvic cross syndrome merupakan suatu gangguan keterbatasan musculoskeletal kompleks di mana terjadi imbalance dengan pola yang spesifik antara muscles tightness (illiopsoas dan spinal ekstensor) serta muscles weakness (abdominal dan gluteus) dengan pola menyilang (Cross pattern) antara sisi pelvic bagian anterior dan posterior dari tubuh manusia. Adanya koreksi dan assessment dini dari malalignment yang terjadi merupakan upaya preventif perubahan postur pelvic akibat imbalance muscles di mana secara biomekanika akan memberikan kompensasi pembebanan pada otot- otot di sekitar. Tujuan Untuk mengetahui hubungan pelvic cross syndrome dengan pada mahasiswa program studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Metode: Jenis penelitian ini adalah studi prevalensi dengan menggunakan rancangan cross sectional survey. Subyek penelitian ini adalah mahasiswa laki- laki dan perempuan Program Studi Fisioterapi dan Profesi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana sebanyak 200 orang dengan menggunakan teknik pengambilan sampel secara consecutive sampling. Adapun pengukuran dari postur pelvic diukur dengan mengukur kekuatan dari abdominal muscle dan gluteal muscle dengan Manual Muscle Technique dan pengukuran dari tightness dari hip flexor dengan Thomas Test dan pengukuran fungsional pinggang dengan kuesioner ODI (Oswestry Disability Index). Hasil: SPSS versi 23 telah digunakan untuk melakukan analisis data di mana didapatkan hasil 21% dari total populasi memiliki pelvic cross syndrome pernah memiliki keluhan Low Back Pain. Didapatkan juga hasil pengukuran pelvic cross syndrome dengan sample berjenis kelamin perempuan adalah 83 orang dari total 120 sample (69,16%) lebih banyak mengalami pelvic cross syndrome dibandingkan laki-laki yaitu 14 orang dari 80 sample (18,75%). Simpulan: Prevalensi kejadian pelvic cross syndrome pada subjek perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki pada kelompok usia yang sama (18- 22 tahun). Saran: Untuk peneliti selanjutnya dapat dilakukan follow up research untuk melihat hasil jangka panjang efek dari Pelvic Cross Syndrome pada mahasiswa laki- laki dan perempuan Program Studi Fisioterapi dan Profesi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana