BHUMI: Jurnal Agraria dan Pertanahan (May 2016)
Penataan Hubungan Hukum Dalam Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, Dan Pemanfaatan Sumber Daya Agraria (Studi Awal Terhadap Konsep Hak Atas Tanah Dan Ijin Usaha Pertambangan)
Abstract
Abstract: The legal relations of land tenure, ownership, usage and utilization of agrarian resources still require further restructurization. The economic development during the New Order era abandoned the necessity of the legal differences of land tenure and land ownership, with the legal relations of the collection and utilization of agrarian resources excluding land. Consequently, there are misleading in interpreting the right and permission as a form of legal relationship. These misleading should be rectified in the land law draft which will be drafted. The future land law should be able to clearly regulate the legal relations of land tenure, and should be consistently built since the early tenure in the form of occupation, possession, and ownership by the Ministry of Agrarian and Land Use Planning/NLA. Land tenure relationship is mentioned by the concept of land right. Furthermore, it should be confirmed in the Land Law Draft that the relationship between collection and utilization of natural resources are confirmed as permit, and should not be considered as the basic of land utilization as earth surface. Reclamation set up by the concession holders for mining area recovery should not be considered as an “entry point” to legalize land rights. Keywords: legal relation, right, license Intisari: Hubungan hukum penguasaan dan pemilikan serta penggunaan dan pemanfaatan Sumberdaya Agraria masih memerlukan penataan. Perkembangan ekonomi selama era Orde Baru mengabaikan pentingnya pembedaan hubungan hukum tenurial penguasaan dan pemilikan tanah dengan hubungan hukum pengambilan dan pemanfaatan sumberdaya agraria selain tanah. Akibatnya, terjadi kesesatan berfikir dalam mamaknai hak dan ijin sebagai bentuk hubungan hukum. Kesesatan berfikir ini harus diakhiri di dalam RUU Pertanahan yang akan disusun. RUU Pertanahan itu harus jelas mengatur bahwa hubungan hukum tenurial dengan tanah harus konsisten dibangun sejak penguasaan awal dalam bentuk okupasi (occupation), penguasaan dan pemunyaaan (possession), dan pemilikan (ownership) oleh Kementerian ATR/BPN. Hubungan tenurial dengan tanah disebut dengan konsep hak atas tanah. Selanjutnya, perlu dikonfirmasi dalam RUU Pertanahan tersebut bahwa hubungan pengambilan dan pemanfaatan kekayaan alam dikonfirmasi sebagai ijin, yang tidak dapat dijadikan sebagai dasar untuk menggunakan tanah sebagai permukaan bumi. Reklamasi yang dilakukan pemegang ijin untuk memulihkan areal tambang, tidak dapat dijadikan sebagai “pintu masuk” bagi terjadinya hak atas tanah. Kata kunci: hubungan hukum, hak atas tanah, ijin
Keywords