Mimbar Hukum (Dec 2022)

RETHINKING “ELECTRONIC AGENT” TERMINOLOGY IN THE LAW ON ELECTRONIC INFORMATION AND TRANSACTION FROM THE PERSPECTIVE OF INDONESIAN LASTGEVING LAW

  • Angga Priancha,
  • Ardia Khairunnisa,
  • Tasya Caroline,
  • Gilang Sephia

DOI
https://doi.org/10.22146/mh.v34i2.3864
Journal volume & issue
Vol. 34, no. 2

Abstract

Read online

Abstract The definition of “Electronic Agent” in Law of Electronic Information and Transaction (ITE Law) raised questions from the perspective of Agency Law (in Indonesia known as lastgeving). ITE Law construct that “Electronic Agent” is “a device of an electronic system that is made to do an action on a certain Electronic information automatically which is organized by person.” This construction of saying “Electronic Agent” as a device can be criticized through the perspective of agency law which agent usually refers to legal subject. The doctrine of agent in Indonesia is known as “as an act of giving a power of attorney” or “lastgeving.” Lastgeving is defined as a legal relationship between two legal subjects, where one subject gives his authority to another legal subject to do a certain action on behalf of the principal. This means, in concept, agent is a legal subject (legal entity) and not a legal object (object/device) which is constructed by ITE Law. This article will discuss how the adequacy of “Electronic Agent” terminology is used in the ITE Law from the perspective of Indonesia Lastgeving law. In discussing the issues stated above, this article uses the normative legal studies methodology. Abstrak Definisi “Agen Elektronik” dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU Elektronik) menimbulkan pertanyaan dari sudut pandang Hukum Keagenan (di Indonesia dikenal sebagai Lastgeving). UU ITE mengkonstruksikan pemahaman “Agen Elektronik” sebagai sebuah “perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh Orang.” Pengkonstruksian Agen Elektronik sebagai sebuah perangkat ini dapat dikritisi menyimpang dari konsep keagenan pada umumnya yang mengacu sebagai sebuah subjek hukum. Konsep agen atau di Indonesia secara doktrin dikenal sebagai “hukum pemberian kuasa” atau “lastgeving.” Lastgeving didefinisikan sebagai hubungan hukum antara dua orang, dimana sang agen diberikan kepercayaan untuk melakukan suatu hal atas nama sang principal. Yang berarti, agen adalah sebuah subjek hukum (orang) dan bukan objek hukum (barang/perangkat) seperti yang dikonstruksikan oleh UU ITE. Artikel ini akan membahas bagaimana ketepatan penggunaan terminologi “agen elektronik” didalam UU ITE melalui perspektif hukum pemberian kuasa atau lastgeving Indonesia. Dalam mambahas isu tersebut, artikel ini akan menggunakan metode yuridis normatif.

Keywords