Patanjala: Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya (Jun 2015)

KOPI DI PRIANGAN ABAD XVIII-XIX

  • Lasmiyati Lasmiyati

DOI
https://doi.org/10.30959/patanjala.v7i2.94
Journal volume & issue
Vol. 7, no. 2
pp. 217 – 232

Abstract

Read online

Abstrak Sejak 20 Juli 1818 Keresidenan Priangan terdiri atas Cianjur, Bandung, Sumedang, Limbangan, dan Sukapura. Daerah tersebut sebagai penghasil kopi. Kopi pada saat itu merupakan komoditas yang sangat dibutuhkan oleh bangsa Eropa, sehingga memicu VOC untuk memasok kopi dari pegunungan Priangan. Penelitian ini menggunakan metode sejarah dengan tahap heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa biji kopi yang ditanam di Priangan dapat tumbuh subur, bahkan sewaktu Cianjur dijabat oleh Wiratanu III dapat menyerahkan hasil tanaman kopi melebihi kabupaten lainnya. Selama kopi dalam pengawasan VOC, harga di pasaran terus naik, namun di tingkat petani harga kopi sangat rendah, akibatnya para petani banyak yang meninggalkan perkebunan. Ketika kekuasaan VOC digantikan oleh pemerintah Hindia Belanda, Daendels merangkul para bupati untuk bekerja sama dalam hal penanaman kopi. Bupati dan bawahannya mendapatkan persentasi dari penanaman kopi tersebut, namun sayang penduduknya dipekerjakan untuk membangun infrastruktur tanpa imbalan, rakyat pun banyak yang mati kelaparan. Masa pemerintahan Van der Cappelen, penanaman kopi di Priangan mengalami penurunan seiring dengan wabah penyakit yang melanda Keresidenan Priangan. Pada masa kepemimpinan Van den Bosch, penanaman kopi dipadukan dengan tanaman lainnya, seperti kapas,sutera, dan lain-lain. Meskipun kopi di pasaran dunia terus naik, namun penanaman kopi tidak membuahkan hasil yang maksimal. Abstrak Sejak 20 Juli 1818 Keresidenan Priangan terdiri atas Cianjur, Bandung, Sumedang, Limbangan, dan Sukapura. Daerah tersebut sebagai penghasil kopi. Kopi pada saat itu merupakan komoditas yang sangat dibutuhkan oleh bangsa Eropa, sehingga memicu VOC untuk memasok kopi dari pegunungan Priangan. Penelitian ini menggunakan metode sejarah dengan tahap heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa biji kopi yang ditanam di Priangan dapat tumbuh subur, bahkan sewaktu Cianjur dijabat oleh Wiratanu III dapat menyerahkan hasil tanaman kopi melebihi kabupaten lainnya. Selama kopi dalam pengawasan VOC, harga di pasaran terus naik, namun di tingkat petani harga kopi sangat rendah, akibatnya para petani banyak yang meninggalkan perkebunan. Ketika kekuasaan VOC digantikan oleh pemerintah Hindia Belanda, Daendels merangkul para bupati untuk bekerja sama dalam hal penanaman kopi. Bupati dan bawahannya mendapatkan persentasi dari penanaman kopi tersebut, namun sayang penduduknya dipekerjakan untuk membangun infrastruktur tanpa imbalan, rakyat pun banyak yang mati kelaparan. Masa pemerintahan Van der Cappelen, penanaman kopi di Priangan mengalami penurunan seiring dengan wabah penyakit yang melanda Keresidenan Priangan. Pada masa kepemimpinan Van den Bosch, penanaman kopi dipadukan dengan tanaman lainnya, seperti kapas,sutera, dan lain-lain. Meskipun kopi di pasaran dunia terus naik, namun penanaman kopi tidak membuahkan hasil yang maksimal. Abstract In the 20th century, Priangan territory; Cianjur, Bandung, Sumedang, Limbangan (Garut), Sukapura (Tasiklamalaya), and Ciamis was known as the region producer of coffee. Coffee at that time was a commodity that needed by the Europeans, thus triggering the VOC to come to Priangan mountains. This study uses a heuristic method to the stage of history, criticism, interpretation, and historiography. It was obtained an information from the result of this research that the coffee beans which is grown in Priangan can flourish easily. When Cianjur was held by Wiratanu III, Cianjur be able to deliver the coffee plant exceedeed other districts. During the coffee was in VOC controled, market prices continued to rise, but at the farm level the price was very low, as the result many farmers left plantations. When the power of VOC was replaced by the Dutch, Daendels approached the regents to work together on coffee growing. The Regent and his subordinates would get benefit of the coffee growing, but unfortunately the population was employed to build infrastructure without reward hence too many people were dying of hunger. In the reign of Van der Cappelen, the coffee cultivation in Priangan decreased since the disease outbreaks that hit Priangan Residen. During the reign of Van den Bosch, the coffee plantation was combined with other crops, such as cotton, silk, and others. Although coffee in the world market continued to rise, but the cultivation of coffee does not produce maximum results.

Keywords