Kodifikasia (Jun 2020)
OTORITAS SPRITUAL DI ERA SYARIAT JARINGAN DAN KONTESTASI TAREKAT DALAM MASYARAKAT ACEH KONTEMPORER
Abstract
Hadirnya teknologi telah memberikan dampak negatif bagi sebagian orang yang tidak dapat memanfaatkannya dengan baik. Selain itu zaman modern yang dianggap sebagai zaman yang menyebabkan seseorang untuk terjebak pada pola hidup materialistik-hendonistik yang mendorong dirinya lebih banyak menghabiskan hidupnya untuk mencari kepuasan yang bersifat materi dan sering kali bersifat tak acuh kepada Tuhannya. Penerapan syariat Islam di Aceh selalu terkait dengan hukum Islam. Hal ini telah menafikan aspek spritualitas dalam tarekat yang merupakan akar Islam di Aceh, apalagi kelompok-kelompok tarekat seperti tidak menampakkan diri kepermukaan. Namun yang menjad ipertanyaan apakah kelompok tarekat benar-benar hilang karena diberlakukan syari’at Islam. Tulisan ini mencoba menelusuri bagaimana pola adaptasi dan perubahan gerakan tarekat di Aceh pasca modern, dimana penulis mengambil contoh pada Majelis Pengkajian Tauhid Tasawuf (MPTT) Syekh Haji Amran Wali sebagai representasi tarekat Naqsyabandi al-Khalidi (Aceh Selatan dan Banda Aceh). Dari penelusuran ini, penulis menemukan beberapa pola adaptasi tarekat terhadap kebijakan dan kecenderungan masyarakat Islam dalam hukum Islam. MPTT Amran Wali cenderung melakukan pemaknaan ulang atas doktrin-doktrin tasawuf klasik yang dianggap bertentangan dengan syariat namun berbeda dengan lainnya. [The existence of technology has had a negative impact on some people who cannot use it wisely. In addition, modern era is considered as the period that caused peoples to get caught up in a materialistic-hendonistic lifestyle that drives them to spend more of their life looking for material satisfaction and ignored their God. The implementation of Islamic law in Aceh is always related to Islamic law. This has denied the spirituality aspect in the tarekat which is the root of Islam in Aceh, moreover tarekat groups are reluctant to appear on the surface. The question is whether the tarekat group was truly disappeared because of the implementation of sharia. This paper tries to explore how is the adaptation patterns and changes in the tarekat movement in post-modern Aceh, and the sample of this research is the Study of Tawheed Tasawuf (MPTT) Sheikh Haji Amran Wali as the representation of the Naqsyabandi al-Khalidi congregation (South Aceh and Banda Aceh). This study reveals several adaptation patterns of the tarekat to the policies and trends of the Islamic community in the implementation of Islamic law. MPTT Amran Wali tended to redefine classical Sufism doctrines that were considered to be contrary with the Sharia.]
Keywords