Nirmana (Feb 2019)
Merepresentasikan Secara Visual Ibrahim Datuk Tan Malaka
Abstract
Ibrahim Datuk Tan Malaka lahir pada tanggal 2 Juni 1897 di Pandan Gadang, Suliki, Sumatera Barat. Pada tahun 1907 beliau masuk ke Kweekschool di Bukittinggi. Ketika berumur 16 tahun, Tan Malaka pulang ke kampungnya di Suliki. Kemudian ibunya (Sinah Simabua) memberikan dua pilihan kepada Tan Malaka, yaitu menikah atau diangkat menjadi datuk. Tan Malaka lebih memilih diangkat menjadi datuk dari pada menikah. Maka nama Ibrahim berubah menjadi Ibrahim Datuk Tan Malaka. Sebagaimana yang terdapat dalam pepatah adat Minangkabau, ketek banamo gadang bagala, maka Ibrahim dipanggil dengan gelar Tan Malaka. Sebagai seorang pahlawan kemerdekaan, Tan Malaka tidak begitu dikenal oleh masyarakat. Namanya tidak seharum Soekarno, Hatta atau Sjahrir. Meskipun sudah diangkat sebagai pahlawan kemerdekaan, namun pemerintah tidak pernah berusaha untuk mengem- balikan eksistensi Tan Malaka tersebut. “Tidak adil” adalah puncak dari apa yang dirasakan terhadap tokoh legendaris dalam karya ini, Tan Malaka adalah seorang pejuang, pemberontak, tokoh kiri, komunis, filsuf, serta seorang pemikir jenius yang pernah dimiliki oleh negara Republik Indonesia. Perancangan ini menjadikan Tan Malaka sebagai obyek dalam karya seni lukis kontemporer. Tujuan perancangan ini adalah agar masyarakat luas mengenali Tan Malaka dari segi visual, mengetahui sejarahnya, dan menghargai apa yang telah Tan Malaka lakukan dengan cara memberikan apresiasi melalui sebuah karya seni lukis kontemporer.
Keywords