Kodifikasia (Dec 2020)

DIALEKTIKA KESENIAN JARANAN THEK DI PONOROGO DENGAN ISLAM

  • Ahmad Choirul Rofiq,
  • Erwin Yudi Prahara

DOI
https://doi.org/10.21154/kodifikasia.v14i2.2192
Journal volume & issue
Vol. 14, no. 2
pp. 339 – 358

Abstract

Read online

Agama Islam senantiasa berinteraksi dengan kebudayaan lokal. Di antara kesenian yang berinteraksi dan berdialektika dengan ajaran agama Islam adalah kesenian Jaranan Thek di Ponorogo. Keunikan dari kesenian Jaranan Thek ini adalah para pemain dan pawang yang memainkan Jaranan Thek menggunakan unsur magis dan kadang tidak sadar (trance), padahal mereka secara formal menganut agama Islam. Oleh karena itu, penelitian ini sangat penting dalam mengkaji fenomena Jaranan Thek yang hingga kini tetap eksis dan bagaimana para pelaku kesenian ini mendealektikakannya dengan ajaran agama Islam. Penelitian kualitatif (dengan observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi) ini menganalisis sejarah kesenian Jaranan Thek, strategi pelestarian, dan dialektikanya dengan Islam. Jaranan Thek di Ponorogo terkait dengan Kerajaan Kediri dan Kerajaan Bantarangin (Ponorogo). Demi pelestarian Jaranan Thek, maka komunitas kesenian ini berinovasi, yakni menyisipkan kisah Kelono Sewandono (dari Kerajaan Bantarangin) dengan Dewi Songgolangit (dari Kerajaan Kediri); menambahkan variasi lagu (shalawatan, tembang Jawa, Campursari, maupun lagu populer di masyarakat); menggunakan alat musik modern (misalnya, drum dan organ elektrik) sambil mempertahankan gamelan; menggabungkan Jaranan Thek dengan kesenian lain (misalnya, tari tayuban dan jathilan); dan menyelaraskannya dengan ajaran Islam (misalnya, doa, ayat, maupun lafadh bernuansa Islam). Dialektika Jaranan Thek dengan Islam terwujud secara mencolok dalam bentuk sinkretisme setelah unsur-unsur keislaman dimasukkan dalam pementasan Jaranan Thek. [Islam always interacts with the local culture. Among of the arts that interact and dialectic with Islamic teachings is the art of Jaranan Thek in Ponorogo. The uniqueness of this Jaranan Thek art is that the players and handlers who play Jaranan Thek use magical elements and are sometimes unconscious (trance), even though they formally adhere to Islam. Therefore, this research is very important in examining the phenomenon of Jaranan Thek, which still exists today and how the actors of this art treat it with Islamic teachings. This qualitative research (with observations, in-depth interviews, and documentation) analyzes the history of Jaranan Thek, its conservation strategy, and its dialectic with Islam. The Jaranan Thek's art in Ponorogo related to the Kingdom of Kediri and the Kingdom of Bantarangin (Ponorogo) because Jaranan Thek's art was from Jaranan art in Kediri. There are many innovations to preserve Jaranan Thek, such as inserting the story of Kelono Sewandono (from Bantarangin Kingdom) with Dewi Songgolangit (from Kediri Kingdom); performing various songs (with shalawatan, Javanese song, Campursari, and popular songs); using modern musical instruments (drums and electric organs) besides gamelan (traditional music instruments); combining Jaranan Thek with other arts (tayuban and jathilan), and synchronizing Jaranan Thek with Islam (Islamic prayers, verses, and sayings). The dialectic of Jaranan Thek with Islam appears prominently in its syncretism with Islamic elements in its performance.]

Keywords