Jurnal Mercatoria (Jun 2017)
Sanksi Hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Hukum Positif dan Hukum Islam
Abstract
Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi hanya diatur tentang korupsi material dan keuangan. Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 yang disempurnakan dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 terhadap pelaku tindak pidana korupsi bagi penyelenggara negara dalam perspektif hukum Islam dilaksanakan karena sesuai dan sejalan dengan maqasid al-tasyri’ dalam artian tetap mempertimbangkan kepentingan umum yang berorientasi pada kemaslahatan dan menolak segala kemungkaran. Oleh karena itu, yang menjadi pokok masalah dalam penelitian ini adalah sanksi hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi menurut hukum positif di Indonesia dalam hukum. Teori hukum pidana Islam yaitu mengenai pembagian dan operasionalisasi jinayah atau jarimah serta penerapan sanksi-sanksinya. Untuk memberantas korupsi ada empat usaha yang harus segera dilakukan, yaitu: pertama, Memaksimalkan hukuman. Hukuman dalam bentuk fisik perlu diwacanakan dan kalau bisa diterapkan bahkan kalau perlu sampai hukuman mati. Kedua, Penegakan Supremasi Hukum. Hukum harus tegak dan diberlakukan adil tanpa pandang bulu termasuk kalaupun korupsi dilakukan oleh para pejabat tinggi yang memiliki power dan pengaruh yang kuat. Ketiga, Perubahan dan perbaikan sistem. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan normatif. Hasil penelitian menyimpulkan, korupsi pada umumnya dilakukan oleh orang yang memiliki kekuasaan dalam suatu jabatan sehingga karakteristik kejahatan korupsi selalu berkaitan dengan penyalahgunaan kekuasaan, dalam perspektif kejahatan yang terorganisir.
Keywords