Jurnal Sosiologi Agama Indonesia (Nov 2024)
“Panggil saja Aku Abang”: Pemaknaan, Negosiasi, dan Presentasi Identitas Gender Transman di Aceh
Abstract
This study aims to explores how transmen in Aceh construct and negotiate their gender identity within a social and cultural context dominated by religious norms. Using the Narrative Inquiry method, this qualitative study focuses on the life stories of two transmen to uncover the interplay between personal desires, social pressures, and cultural constraints. The findings reveal that transmen in Aceh interpret their male identity as a response to internal self-awareness and external societal expectations. Despite facing significant challenges, such as family rejection and societal stigma, transmen employ various strategies to adjust their gender identity within the boundaries of Islamic norms and local culture. These strategies include selective social interactions, adhering to certain cultural expectations, and maintaining religious practices in alignment with their biological sex. The study also highlights the importance of family support and social networks in helping transmen navigate their identity amidst societal constraints. Community involvement provides a sense of solidarity, while flexible approaches to cultural norms enable transmen to sustain their identity without completely rejecting societal expectations. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana transman di Aceh membangun dan menegosiasikan identitas gender mereka dalam konteks sosial dan budaya yang didominasi oleh norma agama. Dengan menggunakan metode Narrative Inquiry, penelitian kualitatif ini mendalami kisah hidup dua transman untuk memahami hubungan antara keinginan personal, tekanan sosial, dan batasan budaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa transman di Aceh memaknai identitas laki-laki mereka sebagai respons terhadap kesadaran diri dan harapan sosial. Meskipun menghadapi tantangan besar, seperti penolakan keluarga dan stigma masyarakat, transman mengembangkan berbagai strategi untuk menyesuaikan identitas gender mereka dalam batasan norma Islam dan budaya lokal. Strategi ini meliputi interaksi sosial yang selektif, mengikuti sebagian norma budaya, dan tetap menjalankan ibadah sesuai jenis kelamin biologis mereka. Penelitian ini juga menegaskan pentingnya dukungan keluarga dan jaringan sosial dalam membantu transman menavigasi identitas mereka di tengah tekanan sosial. Keterlibatan dalam komunitas memberikan solidaritas yang memperkuat, sementara pendekatan fleksibel terhadap norma budaya memungkinkan transman mempertahankan identitas mereka tanpa sepenuhnya menolak ekspektasi sosial.
Keywords