Jurnal Agrica (Jan 2018)
DAMPAK KEBIJAKAN DESENTRALISASI PENGELOLAAN HUTAN TERHADAP PEREKONOMIAN MASyARAKAT SEKITAR HUTAN (STUDI KASUS KABUPATEN MALINAU, KALIMANTAN TIMUR)
Abstract
Dengan pemberlakuan otonomi daerah dan desentralisasi, daerah (kabupaten) mempunyai kewenangan untuk mengelola daerahnya, termasuk sumberdaya hutan (SDH), menurut prakarsa sendiri dan sesuai dengan aspirasi masyarakat. Namun dengan otonomi banyak kabupaten yang mengalami dilema dalam mengelola SDH di wilayahnya yang dihadapkan pada pilihan antara pengelolaan hutan yang lestari dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjalankan roda pembangunannya. Hasil penelitian di tiga desa lokasi penelitian (Long Pangin, Laban Nyarit, and Langap) Kabupaten Malinau, menunjukkan bahwa kebijakan desentralisasi hutan dengan dikeluarkannya IPPK dan IUPHHK belum meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang. Hasil wawancara terhadap responden di ketiga desa menunjukkan bahwa persepsi perubahan ekonomi rumah tangga (RT) pada saat ini (setelah IPPK) adalah 53% ”lebih buruk”, 30% ”lebih baik”, dan 17% ”sama saja” jika dibandingkan dengan sebelum IPPK. Sedangkan kebijakan IUPHHK sebagai penganti IPPK juga dirasakan masyarakat belum meningkatkan kesejahteraan mereka. Hal ini ditunjukkan oleh persepsi masyarakat Laban Nyarit (dimana ada kegiatan IUPHHK) yang menyatakan bahwa ekonomi RT pada saat ini (saat ada IUPHHK) adalah 60% ”lebih buruk”, 23% ”lebih baik”, dan 17°o ”sama saja” jika dibandingkan dengan sebelum IUPHHK. Kata kunci: otonomi daerah, desentralisasi pengelolaan hutan, IPPK dan IUPHHK, kesejahteraan masyarakat