Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan (Apr 2015)

Implementasi Pendekatan Belajar Aktif di Sekolah Menengah Atas

  • Mutiara O. Panjaitan

DOI
https://doi.org/10.24832/jpnk.v20i1.124
Journal volume & issue
Vol. 20, no. 1
pp. 44 – 58

Abstract

Read online

The aim of this study is to identify the level of implementation of active learning approach in curriculum documents as well as teaching-learning process in senior secondary schools in Indonesia. The study was conducted in 2012 in 99 districs of 33 provinces using multistage sampling. The result showed that almost all the schools (92,8%) already incorporate active learning approach into the curriculum document, ie the syllabus and lesson plan. However, in terms of implementation in teaching-learning process active learning approach has not been much done. It is known from the high levels of use of written test. Almost all (93,8%) teachers often use written tests to assess their students. Factors become obstacles in implementing active learning, such as inadequate availability of facilities, lack of teacher training, lack of learning resources, not enough time allocation, difficult to evaluate learning, inadequate teacher skills, low motivation of teacher, and the number of students is too many. ABSTRAKTujuan penelitian ini, yaitu untuk mengidentifikasi tingkat implementasi pendekatan belajar aktif dalam dokumen kurikulum dan proses belajar mengajar di SMA. Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2012 di 99 kabupaten/kota dari 33 provinsi dengan menggunakan multistage sampling. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa hampir semua (92,8%) sekolah telah memuat pendekatan belajar aktif dalam dokumen kurikulum, yakni pada silabus dan RPP. Namun, dalam proses belajar mengajar pendekatan belajar aktif belum banyak dilaksanakan. Hal ini dapat diketahui dari tingginya tingkat penggunaan tes tertulis dalam penilaian. Hampir semua (93,8%) guru sering menggunakan tes tertulis untuk menilai siswa. Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam mengimplementasikan belajar aktif, antara lain ketersediaan sarana yang tidak memadai, minimnya pelatihan terhadap guru, ketersediaan sumber belajar yang tidak mencukupi, ketersediaan waktu tidak mencukupi, jumlah siswa terlalu banyak, motivasi guru rendah, sulit melaksanakn evaluasi pembelajaran, dan kemampuan guru kurang memadai.

Keywords