Sari Pediatri (Dec 2016)

Mati Otak pada Anak

  • Muhammad Nur

DOI
https://doi.org/10.14238/sp3.1.2001.14-8
Journal volume & issue
Vol. 3, no. 1
pp. 14 – 8

Abstract

Read online

Mati otak adalah konsep kematian seorang individu yang paling belakangan dipahami dan digunakan. Sebelum periode tahun 1968, berhentinya fungsi jantung, paru, atau keduanya dijadikan dasar penetapan kematian seseorang. Dengan kemajuan perawatan intensif, seorang yang sudah mengalami penghentian fungsi otak, masih bisa dipertahankan di bawah bantuan alat dan obat-obatan, sehingga penetapan saat kematian yang tepat yang sangat penting. Upaya-upaya keberhasilan donor organ menjadi masalah apabila kematian didasarkan pada fungsi paru atau jantung, di samping juga menjadi masalah dalam aspek legalitas atau perundang-undangan tentang kematian. Berbagai kriteria telah diajukan untuk penetapan mati otak yang didasarkan pada tahapan kegagalan fungsi-fungsi otak. Sebagian besar mendasarkan pada kegagalan menyeluruh fungsi hemisfer serebri dan batang otak. Penelitian-penelitian tentang mati otak menyimpulkan bahwa pasien henti nafas disertai hilangnya respons serebral dan aktifitas listrik otak (mati otak), akan berlanjut menjadi henti jantung dalam periode waktu tertentu (24 jam sampai 3 bulan) walaupun pasien berada dalam dukungan terapi penunjang maksimal. Sejumlah pemeriksaan diketahui dapat memperkuat diagnosis klinis mati otak dengan sejumlah keterbatasannya, mencakup pemeriksaan elektro ensefalografi (EEG), angiografi, scanning kepala, Magnetic Resonancy Imaging (MRI), Brain Evoked Potential (BEP), Ultrasonografi (USG) Doppler dan pemeriksaan beberapa jenis hormon. Penetapan mati otak pada anak berbeda dari orang dewasa dalam hal masa pengamatannya yang lebih lama, kriteria yang disesuaikan dengan usia, EEG menjadi syarat khusus dan untuk kasus kematian perinatal, hanya dapat dinyatakan sebagai mati otak setelah melewati periode waktu tujuh hari.

Keywords