Ekono Insentif (Nov 2020)
DAYA TAHAN BAITUL MAL WAT TAMWIL DALAM ARUS REVOLUSI INDUSTRI 4.0
Abstract
Abstrak - Artikel ini bertujuan untuk menganalisa ketahanan Baitul Mal wat Tamwil (BMT) di dalam arus revolusi industri 4.0 pada bidang financial technology (fintech). BMT merupakan salah satu Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) di Indonesia yang memiliki segmentasi konsumen spesifik yaitu masyarakat low-middle income dan tidak memiliki akses kepada perbankan (unbankable). BMT terbukti memiliki peran signifikan dalam membantu mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia dengan program pemberdayaan yang dimilikinya. Di saat bersamaan, proses manajemen yang berlaku pada BMT masih relatif berbelit dan panjang, seperti pendampingan pra-pembiayaan, proses pembiayaan dan pasca pembiayaan. Akan tetapi, satu dekade terakhir, perkembangan teknologi finansial (fintech) melakukan inovasi yang signifikan dalam bidang industri keuangan. Salah satu signifikansi dari inovasi fintech adalah mendistrupsi atau memotong jalur panjang administrasi yang berlaku selama di lembaga keuangan. Di samping itu ia juga menawarkan kecepatan, mobilitas dan akurasi proses transaksi keuangan masyarakat. Dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif, artikel ini menemukan bahwa, walaupun fintech menawarkan inovasi yang distrubtif dalam transaksi keuangan saat ini, BMT cenderung akan tetap bertahan dengan distingsi dan segmentasi yang dimilikinya. Akan tetapi, resistensi tersebut menjadi berbeda ketika penduduk Indonesia yang berusia di atas 65 tahun saat ini disubstitusi oleh generasi milenial pada tahun 2035. Oleh karena itu, artikel ini merekomendasikan bahwa untuk menghindari penurunan peran dalam membantu masyarakat menengah ke bawah dalam hal finansial, BMT harus menyesuaikan diri dengan melakukan inovasi, integrasi, interkoneksi dengan perusahaan fintech. Abstract - This article aims to analyze the resilience of the Baitul Mal wat Tamwil (BMT) in the era of industrial revolution 4.0 in the field of financial technology (fin-tech). BMT is one of the Sharia Microfinance Institutions (LKMS) in Indonesia has specific consumer segmentation, namely low-middle income people and no access to banks (un-bankable). BMT has proven to have a significant role in helping to reduce poverty levels in Indonesia with its empowerment program. At the same time, the management processes that apply to BMTs are still relatively complicated and long, such as pre-financing assistance, financing processes and post-financing. However, in the last decade, the development of fin-tech has made significant innovations in the financial industry. One significance of fin-tech innovation is the distribution or cutting of the long administrative path that applies while at a financial institution. In addition, he also offers the speed, mobility and accuracy of the public financial transaction process. Using a qualitative descriptive analysis, this article finds that, although fin-tech offers constructive innovation in current financial transactions, BMTs will tend to survive with their distinction and segmentation. However, this resistance becomes different when the Indonesian population aged over 65 years would substituted by millennial generation in 2035. Therefore, this article recommends that in order to avoid reducing its role in helping the middle to lower financially, the BMT must adjust to innovation, integration, interconnection with fin-tech companies.
Keywords