Jurnal Politik (Feb 2018)
Presidentialized Party di Indonesia: Kasus Perilaku PDI-P dalam Pencalonan Joko Widodo pada Pilpres 2014
Abstract
Mekanisme Pemilu Presiden secara langsung mendorong partai politik untuk memilih kandidat yang paling populer sekalipun kandidat tersebut merupakan outsider partai. Hal ini memiliki resiko yakni partai atau ketua umumnya selaku principal akan kesulitan mengontrol dan mengendalikan agent atau outsider yang mereka usung. Presidensialisme setidaknya merubah perilaku partai politik dalam hal penominasian (nominating), pemilihan (electing), dan pemerintahan (governing). Melalui metode kualitatif dan pengumpulan data menggunakan wawancara, penelitian ini mengangkat studi kasus perilaku Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dalam pencalonan Joko Widodo sebagai Calon Presiden Republik Indonesia di Pemilu 2014. Dengan mengombinasikan model presidentialized party Samuels-Shugart (2010) dan Kawamura (2013) sebagai teori utama, ditambah dengan perspektif dari Poguntke-Webb (2005), studi ini menghasilkan beberapa temuan. Pertama, PDI-P walaupun tetap didominasi peran Megawati Soekarnoputri dalam keputusan partai, namun memanfaatkan popularitas sosok outsider, Joko Widodo, untuk memenangkan Pemilu 2014. Kedua, dalam kasus PDI-P ini, relasi principal-agent cukup unik karena principalnya hanya Megawati seorang mengingat peran sentralnya dalam partai. Adapun untuk agent terdapat dua pihak yaitu pertama para pengurus partai yang tunduk dengan Megawati, dan sejak Pemilu 2014, muncul agent kedua yaitu Joko Widodo yang mendapat mandat untuk mengelola eksekutif. Ketiga, terdapat beberapa dinamika konflik internal yang didominasi antar agent yang berbeda kepentingan. Keempat, Megawati selaku principal cukup kesulitan memegang/mengontrol agentnya yaitu Jokowi sehingga Megawati kerap mengingatkan dengan istilah “petugas partai”. Artikel ini berpendapat bahwa PDI-P mengalami presidensialisasi walaupun tetap memiliki karakter personalized party.
Keywords