Patanjala: Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya (Jun 2019)

PERGESERAN MAKNA FILOSOFIS ALUN-ALUN KOTA BANDUNG PADA ABAD XIX – ABAD XXI

  • Miftahul Falah,
  • Agusmanon Yuniadi,
  • Rina Adyawardhina

DOI
https://doi.org/10.30959/patanjala.v11i2.507
Journal volume & issue
Vol. 11, no. 2
pp. 203 – 217

Abstract

Read online

Sebagai kota yang dibangun dengan mempertimbangkan aspek kosmologis, alun-alun merupakan salah satu elemen pembentuk Kota Bandung sejak menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Bandung pada 25 September 1810. Alun-alun Kota Bandung mengalami perubahan fungsi, dari titik batas ruang profan dan ruang sakral menjadi ruang terbuka publik sehingga makna filosofisnya mengalami pergeseran. Untuk memahami perubahan tersebut secara kronologis, dilakukan penelitian historis dengan menerapkan metode sejarah yang terdiri dari empat tahap, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam perkembangannya, warga Kota Bandung tidak lagi memandang alun-alun sebagai salah satu elemen penyeimbang antara makrokosmos dan mikrokosmos, melainkan sebagai ruang terbuka publik tempat bersosialisasi seluruh warga kota. Fungsi Alun-alun Kota Bandung menunjukkan perubahan, dari sebuah lapangan terbuka dengan fungsi administratif kota tradisional hingga menjadi sebuah taman kota yang menjadi destinasi wisata di pusat kota sehingga memperlihatkan fungsi sosial-ekonomi. As a city that was built which takes the cosmological aspect into consideration, the square is one of the elements that formed the city of Bandung since becoming the capital of Bandung Regency on September 25, 1810. Its changing functions, which were traditionally perceived as a boundary of profane and sacred space into modern public open space, reflected a shifting in philosophical meaning. To understand the changes chronologically, this paper uses historical method which consists of four stages, namely, heuristics, critique, interpretation, and historiography. The results show that gradually the citizens of Bandung no longer look at the city square as one of the elements of the balance between the macrocosm and microcosm, but rather as a place for community gatherings. Its function changes from an open field with the administrative role of the traditional city into a city park that became a tourist destination in the city centre with socio-economic functions.

Keywords