Istinbath (Jun 2017)

BAY‘AH: IDEOLOGI PEMERSATU DAN NEGOSIASI MASYARAKAT DI RUANG PUBLIK

  • Dedi Sumardi

DOI
https://doi.org/10.20414/ijhi.v16i1.16
Journal volume & issue
Vol. 16, no. 1

Abstract

Read online

Abstract: This article aims to analyse the rise of bay‘a. It is often perceived of the seed of early civilised society after passing through a series of negotiation involving primordial and territorial interests. Theoretically, ba‘ya is a form of relationship between religion and the state that integrate citizens regardless their race, ethnicity and colour in a public space. This article argues that Islam appears to be the pioneer of the concept of unity in public space, which was always in a state of competition leading to tensions and conflicts on the ground of primordial identities. The bay‘a was exactly a response to such tension on public space. It promotes “awareness of plurality” to combat horizontal conflict between race and ethics. In the global context, this awareness is part of the argument of legal pluralism to analyse several primordial interests, and also to prevent social conflict. So, plural identities can be unified by Islam through bay‘a as a concept whose realization is able to unify plural society in public domains. Abstrak: Artikel ini bertujuan menganalisis munculnya konsep bay‘ah sebagai cikal bakal terbentuknya masyarakat berperadaban setelah melalui proses negosiasi yang sarat dengan berbagai kepentingan primordial dan teritorial.Secara empiris, bay‘ah adalah bentuk lain dari hubungan agama dan pemerintahan-untuk tidak menyamakan- dengan istilah negara modern memberi insiprasi untuk menangkap sekat-sekat yang terpisah oleh hubungan emosional didasarkan oleh ras, suku maupun warna kulit. Tulisan ini berpendapat bahwa Islam tampil sebagai pencetus konsep pemersatu di ruang publik khususnya kepada masyarakat yang senantiasa mengusung identitas sektoral dan primordial. Konsep bay‘ah tidak terlepas dari adanya ”kesadaran terhadap keberagaman” dalam mengakhiri konflik horizontal antar sesama suku dan etnis. Dalam konteks global ”kesadaran keberagaman” adalah bagian dari argumen pluralisme hukum dalam menganalisis berbagai kepentingan primordial untuk menghindari terjadinya konflik sosial, sehingga keragaman identitas berhasil disatukan oleh Islam dalam satu ideologi pemersatu masyarakat di ruang publik yang diterima semua komunitas.

Keywords