Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies (Dec 2011)

Democracy in Islam: comparative study of Muhammad Abid al-Jabiri and Abdolkarim Soroush’s thoughts

  • Happy Susanto

DOI
https://doi.org/10.18326/ijims.v1i2.253-272
Journal volume & issue
Vol. 1, no. 2
pp. 253 – 272

Abstract

Read online

Using analytic and interpretative approaches, this research compares al-Jabiri and Soroush’s thoughts about democracy in Islam. To assess Islam’s compatibility with democracy, this thesis will analyze the issues of authority, sharia, and freedom according to the two scholars. Al-Jabiri and Soroush agree that the concept of authority in Islam cannot be interpreted simply as God’s sovereignty, but it also concerns human rights and sovereignty. A leader put justice as his/her central concern in practicing policies for citizens. To pursue this hope, they also propose that sharia should be reinterpreted in order to be harmonizing in accordance changing circumstances and time. Al-Jabiri has different understanding with Soroush about the relationship between religion and state. Al-Jabiri sees that Muslims are free to choose democracy as their political life. He doesn’t agree the integration of religion and state. In this case, he doesn’t agree the implementation of sharia in the state. Meanwhile Soroush sees that religion has an important role in the state, so that he agrees the implementation of sharia because according to him it supports the political process of the state. Muhammad Abid al-Jabiri dan Abdolkarim Soroush merupakan intelektual Muslim yang memandang bahwa Islam kompatibel dengan demokrasi, dan keduanya termasuk dalam kelompok moderat. Untuk menguji apakah Islam kompatibel dengan demokrasi, artikel ini menganalisis isu-isu otoritas, syariah, dan kebebasan menurut pandangan kedua tokoh tersebut. Kedua intelektual itu memiliki pandangan filosofis yang sejalan tentang ide demokrasi dalam Islam. Misalnya, konsep otoritas dalam Islam tidak saja dipahami sebagai bentuk kedaulatan Tuhan, namun yang lebih penting bahwa konsep ini juga memerhatikan aspek hak dan kedaulatan manusia. Syariah perlu direinterpretasi agar sesuai dengan konteks perubahan zaman dan dapat mengarah pada pencapaian tujuannya. Perbedaan keduanya terletak pada relasi agama-negara. Dalam hal ini, al-Jabiri memiliki pandangan yang “liberal” bahwa konsep sebuah negara tidak perlu berdasarkan identitas agama. Umat Islam diberikan kebebasan penuh untuk menjalankan kehidupan politiknya, tanpa terbebani oleh rujukan teks-teks Islam yang masih diperdebatkan. Dengan demikian, ia memandang bahwa penerapan syariah dalam sebuah negara tidak perlu karena sesungguhnya syariah belum penah diterapkan secara sempurna. Sedangkan Soroush berpandangan sebaliknya bahwa identitas agama perlu ditambatkan ke dalam ide sebuah negara (demokrasi).

Keywords