Patanjala: Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya (Oct 2020)
WACANA KEKUASAAN DALAM UPACARA SIRAMAN DAN NGALUNGSUR GENI DI DESA DANGIANG GARUT
Abstract
Kajian ini bertujuan mengungkap bagaimama wacana kuasa bekerja dalam upacara Siraman dan Ngalungsur Geni. Wacana kuasa ditelusuri dari relasi pemimpin adat (kuncen dan leluhur) dengan masyarakat Desa Dangiang. Dalam kajian ini menggunakan metode deskriptif explanatory dan teknik analisis data secara kualitatif interpretatif, yaitu mengangkat berbagai fenomena, kemudian diinterpretasi dengan teori dari Foucault tentang kekuasaan yang dikonstruksi secara positif dan tidak represif. Data yang digunakan merupakan hasil wawancara mendalam pada informan, observasi pada saat upacara berlangsung, pengambilan foto, dan studi pustaka. Hasil dari kajian ini adalah kekuasaan dalam pelaksanaan upacara Siraman dan Ngalungsur Geni, dikonstruksi secara dinamis, positif, dan tidak represif yakni kekuasaan yang terpusat pada pemimpin adat kuncen yang didistribusi pada semua warga peserta upacara. Simbol dari distribusi kekuasaan tersebut adalah semua peserta merasakan adanya keberkahan yang didapat dari doa kuncen dan air bekas cucian benda-benda pusaka milik leluhur Desa Dangiang. The research aims to reveal how the power discourse works through Siraman and Ngalungsur Geni ceremonies. The power discourse can be traced through the relationship between traditional leaders (kuncen and ancestors) and the people of Dangiang Village. The study uses descriptive explanatory methods and interpretative qualitative data analysis techniques. The researcher first raises the phenomenon to be interpreted with Foucault's theory of positive and non-repressive constructed power. The data used are the results of in-depth interviews with informants, observations during the ceremonies, photos, and literature study. The research reveals that power during Siraman and Ngalungsur Geni ceremonies has been constructed dynamically, positively, and unrepressively. The power centered on traditional leader ‘kuncen’ is even distributed to all citizens participating in the ceremonies. The distribution of power is reflected when all ceremony participants can feel both the blessings of the prayers offered by the ‘kuncen’ and the water used for washing the heirlooms belonging to the ancestors of Dangiang Village.
Keywords