Jurnal Caraka Prabu (Dec 2023)

PENGUNGSI ROHINGYA DAN POTENSI KONFLIK & KEMAJEMUKAN HORIZONTAL DI ACEH

  • Chairussani Abbas Sopamena

DOI
https://doi.org/10.36859/jcp.v7i2.1927
Journal volume & issue
Vol. 7, no. 2

Abstract

Read online

Krisis pengungsi Rohingya di Indonesia menghadirkan dinamika kompleks antara teori konflik dalam distribusi sumber daya dan konsep kemajemukan horizontal dalam perubahan sentimen masyarakat. Pada awalnya, respons Indonesia terhadap krisis ini didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan sebagai tanggapan terhadap penganiayaan di Myanmar, meskipun Indonesia tidak meratifikasi Konvensi UNHCR. Namun, seiring berjalannya waktu, muncul ketegangan akibat persaingan sumber daya dan persepsi masyarakat bahwa sumber daya terbatas seharusnya diutamakan untuk warga negara Indonesia. Teori konflik menjadi jelas ketika penerimaan awal terhadap pengungsi berubah menjadi kontroversial, menciptakan ketidakpuasan dan protes dari masyarakat. Indonesia tidak meratifikasi Konvensi UNHCR, sebagian karena keterbatasan sumber daya dan keinginan untuk mengelola situasi sesuai dengan kondisi domestik yang kompleks. Teori konflik mencerminkan kebijakan Indonesia yang mencoba menghindari menjadi tujuan utama bagi pengungsi. Perubahan sentimen masyarakat, terutama di Aceh, menciptakan konsep kemajemukan horizontal. Awalnya antusias membantu, masyarakat berubah setelah beberapa oknum pengungsi menciptakan ketidakpercayaan dan kecemburuan sosial. Informasi bohong dan narasi kebencian semakin memperburuk citra pengungsi. Dalam menghadapi kompleksitas ini, Indonesia dapat memimpin upaya regional. Kerjasama lebih erat dengan negara-negara yang telah meratifikasi Konvensi UNHCR dapat membentuk aliansi regional untuk berbagi beban. Di tingkat ASEAN, Indonesia dapat memimpin upaya diplomasi untuk menekan Myanmar dan mempromosikan dialog inklusif tentang status dan hak-hak Rohingya. Pentingnya solidaritas regional juga menuntut Indonesia untuk mengatasi ketegangan internal. Pemimpin selanjutnya perlu menemukan keseimbangan antara tanggung jawab kemanusiaan dan kepentingan nasional, sambil memastikan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan. Dengan cara ini, Indonesia dapat menjadi model bagi penanganan krisis pengungsi yang berkelanjutan di tingkat regional dan internasional.

Keywords