El-Sunnah (Jun 2022)
ETIKA MUHADDITSIN DALAM MENERIMA DAN MENYAMPAIKAN HADIS DAN URGENSINYA TERHADAP KUALITAS HADIS
Abstract
Muhaddits dalam menerima dan menyampaikan hadis harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh para ulama hadis, sehingga dalam penyampaian dan penerimaan hadis sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh para ulama hadis seperti ikhlas dan jujur lain-lain. Dalam perspektif etika ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh para ulama hadis tersebut agaknya berbeda dengan prilaku yang diterapkan oleh para periwayat dalam kehidupan sehari-harinya, seperti Abdurrahim bin Zaid. Abdurrahim bin Zaid dikenal sebagai seorang periwayat yang pendusta. Hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Abdurrahim bin Zaid kebanyakan di tolak sebab sebab kedustaannya. Dalam artikel ini penulis bertujuan untuk menelaah lebih lanjut tentang penerimaan dan penyampaian hadis dalam perspektif etika. Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kepustaaan (Library Riseach), dengan menggunakan metode deskriptif analisis dengan pendekatan etika. Berdasarkan pada hasil penelusuran penulis tentang penerimaan dan penyampaian hadis dalam perspektif etikan menunjukkan bahwa muhaddits dalam menerima dan menyampaikan hadis harus sesuai dengan kaedah yang telah di tetapkan oleh ulama Hadis seperti Ibn Shalah. Beberapa etika yang harus ada bagi seorang periwayat dalam menerima hadis ialah: Niat yang ikhlas, niat menjadi Syarat utama dalam menerima hadis, dalam perspektif etika, niat seorang muhaddits semata-mata hanyalah karena Allah, Kemudian etika selanjutnya ialah memiliki akhlak mulia, jujur dan tertolak riwayat perawi yang berdusta. Selanjutnya etika muhaddist dalam menerima ialah kesungguhan dalam menerima hadis,mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya dan menghormati guru. Sedangkan etika dalam menyampaikan hadis ialah: Mampu mengajarkan hadis, Tidak menyampaikan hadis bila khawatir salah, Menghormati gurunya, sebagai salah satu bentuk penghormatannya ialah tidak menyampaikan hadis jika ada guru mereka di dalam majlis tersebut, kemudian membentuk sebuah halaqoh untuk meyampaikan hadis, seorang muhaddits tidak boleh menyembunyikan apa yang telah diperolehnya atau dipelajarinya.