JIIS: Jurnal Ilmiah Ibnu Sina (Mar 2024)

ANALISIS BIAYA DAN RASIONALITAS TERAPI PARU OBSTRUKTIF KRONIK DI RSU ANWAR MEDIKA SIDOARJO

  • Amelia Lorensia,
  • Marthy Meliana Jalmav,
  • Yosy Athaya Yorasaki,
  • I Nyoman Dodi Saputra,
  • Putu Aprilya Gitaputri

DOI
https://doi.org/10.36387/jiis.v9i1.1716
Journal volume & issue
Vol. 9, no. 1

Abstract

Read online

PPOK merupakan penyebab utama kematian, dan saat ini merupakan penyebab kematian kelima di dunia. Pasien PPOK mengalami penurunan kapasitas kualitas hidup, ketidakmampuan fisik serta peningkatan biaya hidup. Pada pasien PPOK, penggunaan terapi lebih dari satu obat serta digunakan dalam jangka panjang dapat beresiko terjadinya masalah terkait obat. Tujuan dalam penelitian ini yaitu analisis biaya dan rasionalitas terapi eksaserbasi PPOK yang menjalani rawat inap. Desain penelitian adalah retrospektif untuk mengetahui biaya dan gambaran terapi pada pasien PPOK di RSU Anwar Medika Sidoarjo. Variabel yaitu biaya riil, tarif INA-CBGs, tingkat keparahan dan terapi pengobatan. Sampel penelitian adalah pasien rawat inap dengan asuransi BPJS yang terdiagnosa serangan PPOK di RSU Anwar Medika Sidoarjo periode Januari 2019- Desember 2021, menggunakan metode total sampling. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dengan pengamatan bahan penelitian meliputi rekam medis. Analisa data adalah deskriptif untuk Analisa data dan kejadian masalah terkait obat (MTO), dan uji Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan yang signifikan antara biaya riil rumah sakit dengan tarif INA CBG’S rawat inap. Jumlah responden yang terlibat sebanyak 81 orang. Komponen biaya langsung tertinggi dikeluarkan pasien PPOK selama rawat inap adalah biaya kamar akomodasi dan biaya bahan medis habis pakai. Tidak ada perbedaan biaya riil dibandingkan dengan tarif INA-CBG’s pasien PPOK peserta BPJS (p=0,158). Keseluruhan kejadian MTO yang terjadi adalah sebanyak 83 kasus yang terdiri dari pemilihan obat tidak sesuai (19,27%), obat tanpa indikasi (66,26%), kombinasi obat tidak sesuai (4,81%), terdapat indikasi tanpa obat (2,40%), terlalu banyak obat untuk indikasi yang sama (7,22%).

Keywords