Dewa Ruci: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni (Jan 2016)
MAKNA PERTUNJUKAN WAYANG DAN FUNGSINYA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT PENDUKUNG WAYANG
Abstract
Pertunjukan wayang kulit purwa Jawa semenjak kemunculannya sejak zaman Airlangga abad XI hingga sekarang selalu mengalami perkembangan baik dari wujud figur tokohnya maupun teknis pertunjukan. Hal itu dilakukan karena disesuaikan dengan masyarakat pendukung wayang yang selalu mengalami perubahan sosial budaya. Bagi masyarakat pendukung wayang menghayati pertunjukan wayang, bukan sekedar tontonan tetapi menjadi pemberi makna dalam kehidupan. Pertunjukan wayang kulit mengandung konsepsi yang sering digunakan sebagai pedoman sikap dan perbuatan dari kelompok masyarakat tertentu. Konsepsi-konsepsi itu tersirat dalam sikap tokoh atau peristiwa yang berlangsung. Sikap asal dan tujuan hidup, pandangan terhadap hakikat hidup, hubungan manusia dengan lingkungan, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan Tuhan. Maka pertunjukan wayang merupakan sumber nilai, dan nilai-nilai yang terkandung tidak lain merupakan nilai esensial dalam kehidupan manusia. Dalam pertunjukan wayang pada lakon tertentu seperti lakon Dewaruci, juga mengandung nilai-nilai filsafati seperti nilai metafisika, nilai antropologis, nilai etika atau estetika dan nilai epistimologi. Di samping nilai filsafati, dalam pertunjukan wayang tidak jarang juga disampaikan kearifan lokal melalui tokoh-tokoh dalam Pandawa atau tokoh Ramayana. Kearifan lokal seperti ajaran asthabrata, panca pratama, astagina dan sebagainya, kiranya dapat dijadikan referensi bagi generasi muda pendukung wayang dalam menjalankan hidup dan kehidupan. Wayang di tengah masyarakat juga mempunyai fungsi yang penting sebagai sarana pendidikan, penghayatan estetis, hiburan, integritas sosial, kegiatan ekonomi dan sebagai lambang yang penuh makna. Seiring dengan kemajuan teknologi, komunikasi dan informasi pertunjukan wayang masih tetap eksis, walaupun mendapat gempuran budaya massa baik dari dalam maupun luar negeri. Keluwesan dan kelenturan sajian wayang kulit yang selalu menghembuskan nafas zaman, maka wayang kulit purwa Jawa masih tetap bertahan dan disenangi masyarakat sebagai tontonan, tuntunan dan tatanan. Â Kata kunci:Â wayang kulit, makna filosofis, fungsinya.