ANDHARUPA: Jurnal Desain Komunikasi Visual & Multimedia (Feb 2021)
WAYANG GODHONG SEBAGAI MEDIA EDUKASI CINTA BUDAYA DAN ALAM SEJAK USIA DINI
Abstract
Abstrak Seiring dengan perkembangan zaman, pertunjukan wayang berfungsi menjadi media pembelajaran. Demikian halnya dengan Wayang Godhong. Wayang kontemporer yang berasal dari godhong (daun) jati, cengkeh, dan kopi ini mencoba menjadikan pertunjukan wayangnya sebagai media edukasi cinta budaya dan alam sejak usia dini di Kabupaten Magelang. Artikel yang disusun melalui metode penelitian kualitatif deskriptif ini, berhasil menemukan visualisasi figur/karakter Wayang Godhong yang representatif untuk anak usia dini dengan pendekatan visual yang ramah dan lucu. Kemudian proses penyampaian dalang Wayang Godhong saat pentas yang harus menggunakan mimik jelas (karena dalang di depan anak-anak, tidak di balik layar), sehingga bahasa yang digunakan pun harus bahasa yang mudah dipahami anak-anak dengan penyampaian humorisme. Setelah melihat pementasan, anak-anak pun berkeinginan melakukan seperti yang dipesankan dalam pementasan yakni menanam pohon sebagai upaya melestarikan alam ini serta menjadi suka/cinta akan wayang. Dengan demikian Wayang Godhong dianggap mampu menjadi media edukasi cinta wayang sebagai hasil dari budaya Indonesia dan cinta alam dengan menanam/merawat pohon sejak usia dini. Kata Kunci: budaya dan alam, media edukasi, anak usia dini, Wayang Godhong Abstract Along with the times, puppet shows function as learning media. Like wise with Wayang Godhong. Wayang Godhong, a form of contemporary wayang made from leaves of teak, cloves, and coffee, attempts to become a medium for children to foster a sense of love for nature and culture, especially in the Magelang Regency. This article, compiled through descriptive qualitative research methods, has succeeded in finding the visualization of the representative Wayang Godhong figures/characters for early childhood with a friendly and funny visual approach. The performance process of storytelling by the puppeteer must be used a clear facial expression (because the puppeteer stays in front of the children, not behind the scenes), the language must be easy to understand by the children by conveying humorism. After seeing the performance, the children wanted to do as instructed in the wayang performance, such as planting trees as an effort to preserve nature and became interested in wayang. Thereby, Wayang Godhong is considered capable of being a love for wayang educational media as a result of Indonesian culture and love for nature by planting/caring for trees from an early age. Keywords: children, culture and nature, education media, Godhong puppet