Geoid (Nov 2020)
Studi Pembuatan DTM Menggunakan Metode Slope Based Filtering dan Grid Based Filtering (Studi Kasus: Kelurahan Wonokromo Dan Lontar, Kota Surabaya)
Abstract
Digital Terrain Model (DTM) merupakan model medan digital yang memuat informasi ketinggian permukaan tanah (bare earth surface) tanpa terpengaruh oleh vegetasi atau fitur buatan manusia lainnya, sedangkan Digital Surface Model (DSM) merupakan representasi permukaan bumi yang memuat lebih banyak informasi ketinggian termasuk semua objek yang berada di atas permukaan bumi seperti vegetasi, gedung, dan fitur lainnya. Perlu dilakukan percepatan dalam penyediaan informasi geospasial, dalam hal ini DTM sebagai unsur pembentuk peta topografi skala besar. Untuk itu diperlukan metode pembentukan DTM yang lebih efektif. Sehingga tujuan pada penelitian ini adalah mengkaji metode yang dapat menghasilkan DTM secara otomatis dan menghasilkan DTM turunan yang mendekati akurat. Pada penelitian ini metode yang digunakan untuk dikaji yaitu Slope Based Filtering (SBF) atau metode penyaringan berbasis lereng dan Grid Based Filtering (GBF) atau Metode Penyaringan Berbasis Grid. Terdapat dua daerah yang diteliti. Pada area pertama yaitu lokasi yang memiliki karakteristik daerah padat penduduk sehingga terdapat banyak bangunan yang saling berhimpit, area tersebut berlokasi di Kelurahan Wonokromo, Surabaya Selatan. Pada area kedua yaitu lokasi yang memiliki karakteristik terbuka, sedikit pemukiman dan banyak medan datar dan kosong, area tersebut berlokasi di Kelurahan Lontar, Surabaya Barat. Hasil data dari kedua metode tersebut kemudian dibandingkan terhadap DTM Stereoplotting yang digunakan sebagai referensi. Perbandingan tersebut berupa geomorfologi atau visualisasi, dan ketelitian geometri vertikal. Hasil dari penelitian ini menunjukkan metode Slope Based Filtering memiliki keakuratan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Grid Based Filtering. Hal tersebut dibuktikan oleh hasil klasifikasi pengolahan data menggunakan delapan parameter pada masing-masing metode. Rata-rata RMS Error yang diperoleh di Wonokromo lebih kecil yaitu 0,605 meter dibandingkan dengan Kelurahan Lontar sebesar 1,605 m. Kelurahan Wonokromo memiliki rata-rata skala ketelitian peta 1: 2.500 sedangkan Kelurahan Lontar memiliki rata-rata kelas ketelitian peta 1: 5.000. Secara visual geomorfologi yang dihasilkan dari metode SBF lebih halus dibandingkan dengan GBF yang masih kasar.
Keywords