Bestuurskunde (May 2022)
Tantangan <i>Paradox of Plenty</i> Pembangunan Daerah di Aceh Setelah Dua Dekade Otonomi Khusus
Abstract
Aceh sebagai region yang kaya akan sumber daya alam sampai saat ini masih terjebak dalam fenomena paradox of plenty. Hal ini menjadi ironis jika melihat Aceh yang menjadi region termiskin se-Pulau Sumatera dan kesejahteraan masyarakatnya rendah. Ini tentu sangat kontras bahwa semestinya kekayaan SDA mampu membawa Aceh menjadi lebih sejahtera baik dari berbagai sisi. UU No. 18 tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Aceh pada dasarnya lahir sebagai upaya pemerintah untuk mengeluarkan Aceh dari kubah paradox of plenty. Artinya tidak lain tujuan dari upaya tersebut adalah kesejahteraan bagi Aceh. Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode library research. Sementara tahapan penelitian ini terdiri atas identifikasi masalah, penelusuran kepustakaan, maksud dan tujuan penelitian, pengumpulan data, analisa dan penafsiran data, serta pelaporan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa otonomi khusus tidak mampu membawa Aceh keluar dari fenomena paradox of plenty. Artinya tujuan kesejahteraan dengan menciptakan kemiskinan yang rendah, IPM yang tinggi, IDI yang tinggi, serta pengangguran yang rendah tampaknya masih belum bisa dituntaskan. Selain itu hadirnya pengaturan otonomi khusus bagi Aceh ternyata melahirkan tantangan baru di bidang tata kelola. Selama ini kucuran dana otonomi khusus belum mampu dikelola secara merata sehingga kesenjangan ekonomi dan sosial masih saja terjadi di Aceh. Ada kecenderungan pelaksanaan otonomi khusus Aceh selama dua dekade justru dimanfaatkan oleh kelompok tertentu yang berkelindan politik. Kucuran DOKA yang dimulai tahun 2008 dari pemerintah pusat belum dirasakan oleh masyarakat Aceh sampai hari ini. Temuan ini tentu menjadi refleksi kritis bagi pemerintah untuk mengevaluasi pengaturan asimetris ini secara komprehensif dan berkelanjutan demi kesejahteraan Aceh.
Keywords