Aksara (Jan 2022)

TEMBANG SANDUR BOJONEGORO: KEKERASAN BUDAYA DAN ARKEOLOGI-GENEALOGI PENGETAHUAN/ TEMBANG SANDUR BOJONEGORO: CULTURAL VIOLENCE AND ARCHEOLOGY-GENEALOGY OF KNOWLEDGE

  • Mashuri Mashuri

DOI
https://doi.org/10.29255/aksara.v33i2.710.169-186
Journal volume & issue
Vol. 33, no. 2
pp. 169 – 186

Abstract

Read online

Abstrak Penelitian sandur, kesenian rakyat berupa drama tari di Desa Ledok Kulon, Kecamatan Bojonegoro, Kabupaten Bojonegoro sudah banyak, tetapi yang membicarakan tentang kekerasan budaya dan tembang sandur dalam kerangka arkeologi dan genealogi pengetahuan belum ditemukan. Hal itu karena kekerasan budaya menimpa seni tersebut karena imbas stigmatisasi sepihak pascatahun 1965—1966 yang menganggap sebagai kesenian rakyat yang berafiliasi ke PKI, dan pada masa puritanisme Islam menguat pada tahun 1990-an yang menganggap sandur tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam, padahal isi tembang-tembang sandur kontradiksi dengan stigma tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini menguak aspek kekerasan budaya dengan menelusuri tembang sandur dari perspektif genealogi dan arkeologi pengetahuan dalam bingkai cultural studies. Teori yang digunakan adalah triangulasi teori, yaitu folklor, arkeo-genealogi pengetahuan, dan kesejarahan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) tembang-tembang sandur memiliki metrum puitika Jawa yang mengarah pada nyanyian anak-anak, dengan media bahasa Jawa lokal, dan menyimpan jejak kearifan lokal, etika, dan spiritual, (2) nilai-nilai Islam-Jawa menjadi ruh tembang-tembang sandur. Di dalamnya terdapat sinkretisme nilai-nilai Jawa dan Islam, (3) stigmatisasi sepihak pada Sandur Bojonegoro, baik oleh kalangan anti-komunis maupun puritanisme Islam, hanya melihat pada konteks kesejarahan Indonesia pada Orde Lama ketika politik menjadi panglima dan hanya melihat penampang permukaan semata tanpa mendalami unsur-unsur pembentuknya, ideologi, ajaran luhur, dan tradisi yang melahirkan seni sandur. Kata kunci:Sandur Bojonegoro, kekerasan budaya, arkeologi, genealogi pengetahuan Abstract There are many researches on sandur, folk art in the form of dance dramas in Ledok Kulon Village, Bojonegoro District, Bojonegoro Regency, but those that talk about cultural violence and tembang sandurin the archaeological framework and genealogy of knowledge have not been found. This is because cultural violence befell the art because of the impact of unilateral stigmatization after 1965-1966 which considered it a folk art affiliated to the PKI, and during the period of strong Islamic puritanism in the 1990s, which considered sandur not in accordance with Islamic values, even though the contents tembang sandurcontradict this stigma. Therefore, this study uncovers aspects of cultural violence by tracing tembang sandurfrom the perspective of genealogy and knowledge archeology within the framework of cultural studies. The theory used is triangulation of folklore theory, archeology-genealogy of knowledge, and history. As a result, (1) the sandursongs have a Javanese poetic metre that leads to children's singing, with local Javanese language media, and keeps traces of local wisdom, ethics, and spirituality, (2) Javanese-Islamic values become the spirit of the tembang sandur. In it there is a syncretism of Javanese and Islamic values, (3) the unilateral stigmatization of SandurBojonegoro, both by anti-communists and Islamic puritans, only looks at the historical context of Indonesia in the Orde Lamawhen politics was the commander and only sees the surface without explore its constituent elements, ideology, noble teachings, and traditions that gave birth to the art of sandur. Keywords:SandurBojonegoro, cultural violence, archeology, genealogy of knowledge

Keywords